BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar
Belakang
Pendidikan adalah
usaha sadar yang sengaja dirancangkan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
Dalam usaha meningkatkan kualitas sumber daya pendidikan, guru merupakan komponen
sumber daya manusia yang harus dibina dan dikembangkan terus-menerus. Profesi guru merupakan
profesi yang mempunyai peranan penting dalam menghasilkan generasi penerus yang
berkualitas.
Dari gurulah seorang individu mampu tumbuh dan berkembang baik intelektualya maupun moralitasnya. Oleh karena itu, guru harus mampu berkembang dan menunjukan eksistensinya di tengah masyarakat, bangsa dan negara.
Dari gurulah seorang individu mampu tumbuh dan berkembang baik intelektualya maupun moralitasnya. Oleh karena itu, guru harus mampu berkembang dan menunjukan eksistensinya di tengah masyarakat, bangsa dan negara.
Guru harus dapat
menjalankan kode etik profesi sebagai suatu norma atau aturan tata susila yang
mengatur tingkah laku guru. Guru juga harus memiliki etika dalam menjalankan
tugasnya, agar ia tidak berlaku sewenang-wenangnya terutama kepada muridnya. Oleh
karena itu, seorang guru harus memiliki nilai dan moral terutama dalam mengembangkan
profesinya. Dengan begitu seorang guru akan mampu bersikap dan berprilaku yang
baik di dalam profesinya juga bagi peserta
didik agar dapat tercipta generasi yang berbudi dan memiliki moral yang baik melalui
filsafat pendidikan dan nilai-nilai dalam pendidikan yang diajarkan.
1.2 Rumusan
Masalah
1.
Apakah yang
dimaksud dengan nilai dan pendidikan?
2.
Bagaimana
pandangan kefilsafatan mengenai nilai?
3.
Bagaimana
hubungan nilai dan moral?
4.
Bagaimana
sebenarnya guru yang bermoral itu?
5.
Apa saja
nilai-nilai dalam pendidikan?
1.3 Tujuan
1.
Mengetahui
konsep-konsep mengenai nilai dan pendidikan
2.
Mengetahui
pandangan kefilsafatan mengenai nilai
3.
Mengetahui hubungan
antara nilai dan moral
4.
Mengetahui bagaimana
sebenarnya guru yang bermoral itu
5.
Mengetahui apa
saja nilai-nilai dalam pendidikan itu
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Nilai dan Pendidikan
A. Definisi Nilai
Secara
etimologi, nilai (value) berasal dari
kata valere yang berarti kuat, baik, berharga. Nilai adalah kemampuan yang
dipercayai yang ada pada suatu benda untuk memuaskan manusia. Jadi nilai itu
pada hakikatnya adalah sifat atau kualitas yang melekat pada suatu objek. Nilai
adalah alat yang menunjukkan alasan dasar bahwa “cara pelaksanaan atau keadaan
akhir tertentu lebih disukai secara sosial dibandingkan cara pelaksanaan atau
keadaan akhir yang berlawanan”. Berikut ini adalah definisi
nilai menurut beberapa ahli:
1.
Nilai menurut Ralp
Perry “Value as any object of any
interest”, yang berarti bahwa nilai sebagai suatu objek dari suatu minat
individu.
2.
Nilai menurut John
Dewey “…value is any object of
social interest”, yang berarti bahwa sesuatu bernilai apabila disukai dan
dibenarkan oleh sekelompok manusia (sosial). Dalam hal ini Dewey
mengutamakan kesepakatan sosial (masyarakat, antar manusia, termasuk negara).
3.
Nilai menurut Kupperman adalah
patokan normatif yang mempengaruhi manusia dalam menentukan pilihannya di
antara cara-cara tindakan alternatif.
Pemahaman tentang nilai yang lebih mudah dipahami,
yaitu nilai merupakan harga yang diberikan seseorang/sekelompok manusia terhadap
sesuatu. Harga mana tentunya akan ditentukan oleh tatanan nilai (value system)
dan tatanan keyakinan (believe system) yang ada dalam diri/kelompok yang
bersangkutan. Harga yang dimaksud disini adalah harga afektual. Yakni harga
yang menyangkut dunia afektif manusia. Definisi ini menekankan bahwa nilai merupakan
standar bagi sikap dan aktivitas seseorang.
B. Pengertian Pendidikan
Pendidikan secara etimologis berasal dari bahasa
Yunani “Paedogogike”, yang terdiri atas kata “Pais” yang berarti “Anak” dan kata “Ago” yang berarti
“Aku membimbing”. Paedogogike berarti
aku membimbing anak. Hakikat
pendidikan bertujuan untuk mendewasakan anak didik, maka seorang pendidik
haruslah orang yang dewasa, karena tidak mungkin dapat mendewasakan anak didik
jika pendidiknya sendiri belum dewasa. Nilai
pendidikan merupakan batasan segala sesuatu yang mendidik ke arah
kedewasaan, bersifat baik maupun buruk sehingga berguna bagi kehidupannya yang
diperoleh melalui proses pendidikan. Proses pendidikan bukan berarti hanya
dapat dilakukan dalam satu tempat dan suatu waktu. Dihubungkan dengan
eksistensi dan kehidupan manusia, nilai-nilai pendidikan diarahkan pada
pembentukan pribadi manusia sebagai makhluk individu, sosial, religius, dan
berbudaya.
2.2 Pandangan
Filsafat Mengenai Nilai
Filsafat pendidikan adalah
aktivitas pikiran yang teratur yang menjadikan filsafat sebagai jalan untuk
mengatur, menyelaraskan, dan memadukan proses pendidikan. Artinya, filsafat
pendidikan dapat menjelaskan nilai-nilai dan maklumat-maklumat yang diupayakan
untuk mencapainya. Filsafat pendidikan juga bisa didefinisikan sebagai kaidah
filosof dalam bidang pendidikan yang menggambarkan aspek-aspek pelaksanaan
falsafah umum dalam upaya memecahkan persoalan-persoalan pendidikan secara praktis.
Menurut Hendra Saputra (2008), filsafat pendidikan
merupakan suatu pembentukan kemampuan dasar yang fundamental, baik yang
menyangkut daya pikir (intelektual) maupun daya perasaan (emosional) menuju
tabiat manusia. Untuk mendapatkan
pengertian filsafat pendidikan yang lebih sempurna, ada baiknya kita melihat
beberapa konsep mengenai pengertian pendidikan itu sendiri. Pendidikan adalah
bimbingan secara sadar dari pendidik terhadap perkembangan jasmani dan rohani
anak didik menuju terbentuknya manusia yang memiliki yang utama dan ideal.
Pendidikan sebagai proses pembentukan kemampuan
dasar yang fundamental,
yang menyangkut daya
pikir (intelektual) maupun daya rasa (emosi). Dengan demikian, dari
uraian di atas dapat kita tarik suatu pengertian bahwa filsafat pendidikan
sebagai ilmu pengetahuan normatif dalam bidang pendidikan merumuskan
kaidah-kaidah norma-norma dan atau ukuran tingkah laku perbuatan yang
sebenarnya dilaksanakan oleh manusia dalam hidup dan kehidupannya.
Filsafat, jika dilihat dari
fungsinya secara praktis, adalah sebagai sarana bagi manusia untuk dapat
memecahkan berbagai problematika kehidupan yang dihadapinya, termasuk dalam
problematika dalam pendidikan. Oleh karena itu disimpulkan bahwa filsafat
merupakan arah dan pedoman atau pijakan dasar bagi ilmu yang pada hakikatnya
merupakan jawaban dari pertanyaan-pertanyaan dalam bidang pendidikan yang
merupakan penerapan analisis filosofis dalam lapangan pendidikan.
Dalam filsafat, teori yang mempelajari nilai adalah
aksiologi. Jadi, aksiologi adalah teori tentang nilai (Theory of value). Aksiologi ialah ilmu pengetahuan yang menyelidiki
hakekat nilai, pada umumnya ditinjau dari sudut pandangan kefilsafatan. Di
Dunia ini terdapat banyak cabang pengetahuan yang bersangkutan dengan
masalah-masalah nilai yang khusus seperti epistimologis, etika dan estetika. Epistimologi bersangkutan dengan masalah
kebenaran, etika bersangkutan dengan masalah kebaikan, dan estetika
bersangkutan dengan masalah keindahan. Secara historis, istilah yang lebih umum
dipakai adalah etika (ethics) atau
moral (morals). Tetapi dewasa ini,
istilah axios (nilai) dan logos (teori) lebih akrab dipakai dalam dialog
filosofis. Jadi, aksiologi bisa disebut sebagai “the theory of value” atau teori nilai. Bagian dari filsafat yang
menaruh perhatian tentang baik dan buruk (good
and bad), benar dan salah (right and
wrong), serta tentang cara dan tujuan (means
and ends). Aksiologi mencoba merumuskan suatu teori yang konsisten untuk
perilaku etis. Ia bertanya seperti apa itu baik (what is good?). Tatkala yang baik teridentifikasi, maka
memungkinkan seseorang untuk berbicara tentang moralitas, yakni memakai
kata-kata atau konsep-konsep semacam “seharusnya” atau “sepatutnya” (ought / should). Demikianlah aksiologi
terdiri dari analisis tentang kepercayaan, keputusan, dan konsep-konsep moral
dalam rangka menciptakan atau menemukan suatu teori nilai.
2.3 Hubungan Nilai dan Moral
A. Pengertian Moral
Moral berasal
dari bahasa Latin diambil dari kata mos dengan bentuk jamaknya mores, yang
kemudian diserap ke dalam bahasa Indonesia yaitu moral. Moral berarti kebiasaan
berbuat baik, sebagai lawan dari kebiasaan berbuat buruk. Moral lebih banyak
bersifat praktis. Menurut pandangan ahli filsafat, moral memandang tingkah laku
perbuatan manusia secara lokal, artinya moral menyatakan ukuran sedangkan yang
menjelaskan ukuran itu adalah etika. Dalam pembicaran moral tolak ukur yang
digunakan adalah norma-norma yang tumbuh dan berkembang dan berlangsung di
masyarakat.
Istilah moral
senantiasa mengaku kepada baik buruknya perbuatan manusia sebagai manusia. Inti
pembicaraan tentang moral adalah menyangkut bidang kehidupan manusia dinilai
dari baik buruknya perbutaannya selaku manusia. Norma moral dijadikan sebagai
tolak ukur untuk menetapkan betul salahnya sikap dan tindakan manusia, baik
buruknya sebagai manusia.
B. Hubungan Antara Nilai dan Moral
Seperti yang
telah dijelaskan di atas bahwa nilai adalah suatu yang menjadi acuan bagi
seseorang tentang perbuatan baik dan buruk. Ini tentunya berbeda dengan moral,
dimana moral seperti yang telah dijelaskan di atas bahwa moral adalah perbuatan
baik atau buruk yang dilakukan manusia. Jadi letak perbedaan antara nilai dan
moral bahwa nilai menjadi acuannya sedangkan moral menjadi perbuatannya.
Nilai dan moral
bukan hanya perbedaan tetapi juga memiliki keterkaitan dan hubungan yang saling
berkaitan. Keterkaitan tersebut dapat dilihat bahwa ketika kita melakukan
sesuatu yang bermoral maka kita telah melakukan juga sesuatu yang bernilai.
Dengan kata lain bahwa nilai memberikan acuan atau pedoman agar kita melakukan
suatu perbuatan yang dianggap baik. Nilai moral adalah nilai atau hasil
perbuatan yang baik (seperti: ketertiban, kesejahteraan, kesehatan), sedangkan
norma moral adalah norma yang berisi bagaimana cara berbuat baik (seperti: pemberitahuan,
peraturan, petunjuk, arahan). Sehingga bermoral artinya mempunyai kebiasaan
berbuat baik atau terbiasa berbuat baik. Sedangkan bernilai artinya perbuatan
yang menunjukan sesuatu yang berkualitas dari perbuatan kita. Berkualitas
artinya memberi pengaruh yang baik kepada orang lain.
2.4 Guru Yang Bermoral
Guru merupakan profesi yang mempunyai peranan penting
dalam masyarakat bukan hanya bagi para peserta didik. Guru adalah seseorang
yang mempunyai kemampuan memberi teladan bahkan arahan kepada orang lain. Guru
bukanlah sebuah profesi yang hanya menuntut kompetensi tapi juga menuntut
perilaku yang baik. Oleh karena itu, setiap aktivitas dan sikap yang ditunjukkan
seorang guru menunjukan kepribadian dan kompetensinya serta menunjukan hasil
yang dicapainya terutama dalam mendidik siswanya dan memberi teladan juga
kepada masyarakat. Dan untuk mencapai semuanya itu dibutuhkan guru yang
bermoral.
Menjadi guru bermoral memang bukan perkara mudah.
Moralitas selalu meminta untuk setiap orang konsisten. Konsistensi yang
dimaksud adalah konsistensi antara apa yang diucapkan dengan sikap yang
dilakukan. Ada garis lurus searah antara sikap dan ucapan. Moral juga dapat
diartikan sebagai sikap, perilaku, tindakan, kelakuan yang dilakukan seseorang
pada saat mencoba melakukan sesuatu berdasarkan pengalaman, tafsiran, suara
hati, serta nasihat, dan lain-lain. Jadi, seorang guru yang bermoral adalah
pendidik yang mampu menjaga ucapan dan tindakan agar tidak menimbulkan sesuatu
yang merugikan dirinya dan peserta didik yang di didikya. Pendidik yang
bermoral adalah mereka yang senantiasa tetap konsisten menjaga martabat baik
profesinya serta mampu menunjukan perilaku, tindakan, dan apa yang keluar dari
mulutnya dapat menimbulkan kebaikan bagi orang banyak. Cara-cara yang mungkin
dapat kita lakukan dalam mewujudkan semuanya itu terutama dalam mengembangkan
keprofesionalan seorang pendidik antara lain:
1)
Merefleksikan
diri sebelum dan sesudah mengajar. Dengan begitu kita dapat mengetahui apakah
yang kita lakukan terutama dalam kelas tidak menimbulkan sesuatu yang buruk.
2)
Secara konsisten
dan penuh tanggung jawab mengamalkan kode etik profesi keguruan. Karena disana
telah dijelaskan bagimana kita seharusnya bertindak dan berlaku, memperlakukan
siswa kita, serta bagaimana kita bertindak di masyarakat.
3)
Senantiasa menerima
dengan lapang dada setiap kritik yang membangun yang dilontarkan oleh
masyarakat ataupun teman profesi kita, terutama sebisa mungkin meminta kritik
dari para siswa tentang cara berprilaku kita di dalam kelas.
4)
Senantiasa
mengawali setiap tugas dan kerja kita dengan meminta pertolongan TYME agar kita
diberi kemampuan untuk menjalankan tugas dan tanggung jawab kita. Dengan,
begitu kita mungkin akan tetap di pandang sebagai guru yang berkompeten dan
pantas untu dijadikan teladan.
5)
Moral dalam
Pengembangan Profesi Pendidik. Seorang pendidik dikatakan berkualitas,
berkompetan, bahkan professional jika setiap apa yang dilakukannya, baik sikap,
perilaku, tindakan, cara mendidik dan cara menempatkan posisinya dapat menunjukkan
atau mencerminkan sesuatu yang baik, berahklak, bahkan bermoral.
Seorang guru harus dapat menempatkan dirinya dimana
saja dengan baik dengan menunjukan sikap ataupun prilaku yang bermoral. Pola
tingkah laku guru tersebut dapat dilihat dari segi sasaran sikap profesi guru,
yaitu:
1)
Sikap terhadap
peraturan perundang-undangan.
Guru merupakan unsur aparatur negara dan abdi negara.
Karena itu, guru mutlak perlu mengetahui kebijaksanaan-kebijaksanaan pemerintah
dalam bidang pendidikan, sehingga dapat melaksanakan ketentuan-ketentuan yang
merupakan kebijaksanaan tersebut. Kebijaksanaan pemerintah dalam bidang
pendidikan ialah segala peraturan-peraturan pelaksanaan baik yang dikeluarkan
oleh Departemen Pendidikan Nasional, di pusat maupun di daerah, maupun
departemen lain dalam rangka pembinaan pendidikan di negara kita. Setiap guru
Indonesia wajib tunduk dan taat kepada ketentuan-ketentuan pemerintah. Bagaimana
guru bersikap terhadap peraturan yang berlaku menunjukan juga, apakah ia
bermoral atau tidak. Karena peraturan tersebut memberikan arahkan kepada
seorang guru agar dapat berlaku baik.
2)
Sikap terhadap
Organisasi Profesi
Guru secara bersama-sama memelihara dan meningkatkan
mutu organisasi PGRI sebagai sarana perjuangan dan pengabdian. Dasar ini
menunjukkan kepada kita betapa pentingnya peranan organisasi
3)
Sikap terhadap
Teman Sejawat
Dalam ayat 7 Kode Etik Guru disebutkan bahwa “Guru
memelihara hubungan seprofesi, semangat kekeluargaan, dan kesetiakawanan sosial”.
Ini berarti bahwa:
1.
Guru hendaknya
menciptakan dan memelihara hubungan sesama guru dalam lingkungan kerjanya, dan
2.
Guru hendaknya
menciptakan dan memelihara semangat kekeluargaan dan kesetiakawanan sosial di
dalam dan di luar lingkungan kerjanya.
Hubungan formal ialah hubungan yang perlu dilakukan
dalam rangka melakukan tugas kedinasan. Sedangkan hubungan kekeluargaan ialah
hubungan persaudaraan yang perlu dilakukan, baik dalam lingkungan kerja maupun
dalam hubungan keseluruhan dalam rangka menunjang tercapainya keberhasilan
anggota profesi dalam membawakan misalnya sebagai pendidik bangsa. Sikap
profesionalan lain yang perlu ditumbuhkan oleh guru adalah sikap ingin bekerja
sama, saling harga menghargai, saling pengertian, dan tanggung jawab. Jika ini
sudah berkembang, akan tumbuh rasa senasib sepenanggungan serta menyadari akan
kepentingan bersama, tidak mementingkan kepentingan diri sendiri dengan
mengorbankan kepentingan orang lain.
4)
Sikap terhadap
Anak Didik
Dalam Kode Etik Guru Indonesia dengan jelas dituliskan
bahwa “Guru berbakti membimbing peserta didik untuk membentuk manusia Indonesia
seutuhnya yang berjiwa Pancasila”. Dasar ini mengandung beberapa prinsip yang
harus dipahami oleh seorang guru dalam menjalankan tugasnya sehari-hari, yakni:
tujuan pendidikan nasional, prinsip membimbing, dan prinsip pembentukan manusia
Indonesia seutuhnya. Dalam tut wuri terkandung maksud membiarkan peserta didik
menuruti bakat dan kodratnya sementara guru memperhatikannya. Dalam handayani
berarti guru mempengaruhi peserta didik, dalam arti membimbing atau
mengajarnya. Dengan demikian membimbing mengandung arti bersikap menentukan ke
arah pembentukan manusia Indonesia seutuhnya yang berjiwa Pancasila, dan
bukanlah mendikte peserta didik, apalagi memaksanya menurut kehendak sang pendidik.
Seorang guru yang bermoral adalah guru yang menempatkan peserta didik sebagai
subjek didik bukan menempatkan murid sebagai objek apalagi objek penganiayaan.
5)
Sikap terhadap
Tempat Kerja
Sikap ini berkaitan dengan bagaimana guru bersikap
bagi dirinya dan bagi orang tua murid dan masyarakat sekelilingnya. Guru
bersikap bagi dirinya berarti bahwa guru harus membangun sikap yang baik dari
dirinya sendiri sebelum ia bersikap kepada orang lain, terutama ia harus dapat
mengintrospeksi diri bagaimana prilakunya saat di dalam kelas. Sikap terhadap
orang tua murid terutama masyarakat adalah bagaimana guru menunjukan sikap yang
hangat kepada orang tua murid agar membantu kita dalam mendidik perserta didik
serta bagaimana kita bersikap kepada masyarakat. Sikap kita tersebut dapat
dilihat dari cara berpakaian kita, tutur kata kita, bahkan dari apa yang kita
gunakan. Untuk itulah, penting bagi seorang guru untuk mampu memposisikan
dirinya dengan baik di masyarakat.
6)
Sikap terhadap
Pemimpin
Sebagai salah seorang anggota organisasi, baik
organisasi guru maupun organisasi yang lebih besar, guru akan berada dalam
bimbingan dan pengawasan pihak atasan. Sudah jelas bahwa pemimpin suatu unit
atau organisasi akan mempunyai kebijaksanaan dan arahan dalam memimpin
organisasinya, di mana tiap anggota organisasi itu dituntut berusaha untuk
bekerja sama dalam melaksanakan tujuan organisasi tersebut. Oleh sebab itu,
dapat kita simpulkan bahwa sikap seorang guru terhadap pemimpin harus positif,
dalam pengertian harus bekerja sama dalam menyukseskan program yang sudah
disepakati, baik di sekolah maupun di luar sekolah.
7)
Sikap terhadap
Pekerjaan
Profesi keguruan berhubungan dengan anak didik, yang
secara alami mempunyai persamaan dan perbedaan. Orang yang telah memilih suatu
karier tertentu biasanya akan berhasil baik, bila dia mencintai dengan sepenuh
hati. Ia harus mau dan mampu melaksanakan tugasnya serta mampu melayani dengan
baik pemakai jasa yang membutuhkannya. Agar dapat memberikan layanan yang
memuaskan masyarakat, guru harus selalu dapat menyesuaikan kemampuan dan
pengetahuannya dengan keinginan dan permintaan masyarakat, dalam hal ini peserta
didik dan para orang tuanya. Bukan hanya itu, guru juga harus mempunyai
tanggung jawab dan sikap pengabdian penuh dalam mendidik.
8)
Guru yang
Bernilai
Dari
sini kita dapat berasumsi bahwa guru yang bernilai adalah guru yang ditempatkan
siswanya sebagai seseorang yang patut dihargai, dihormati dan diteladani. Guru
yang bernilai bahkan mungkin berarti bagi siswanya adalah:
1. Guru yang dapat membimbing mereka pada suatu tujuan
ataupun cita-ciuta yang mereka harapkan.
2. Guru yang bernilai bagi siswanya adalah guru yang
dapat mengambil peran penting dalam kehidupan siswanya,
3. Guru yang menjadi orang tua kedua bagi siswanya, guru
yang mengerti setiap permasalah yang dihadapi siswanya,
4. Guru yang dekat dan peduli kepada siswanya.
Guru
yang demikian adalah guru yang patut dibanggakan oleh siswanya bahkan mungkin
oleh masyarakat luas. Seorang siswa akan berhasil itu juga sangat bergantung
dari peran seorang guru. Guru yang hanya sekedar memberikan pengetahuan
akademik kepada siswanya adalah guru yang tidak bisa mengantarkan siswanya
kepada keberhasilan, dan guru yang demikian bukanlah guru yang professional apalagi
bernilai. Seorang guru yang professional adalah mereka yang menguasai setiap
kompetensinya bahkan yang paling penting bertanggung jawab penuh bagi setiap
masa depan siswanya. Dan disini yang harus dilakukan oleh seorang guru adalah
menjadi guru yang memiliki nilai.
2.5 Macam-macam
Nilai Pendidikan
Terdapat nilai-nilai dalam pengembangan pendidikan budaya dan karakter bangsa yang dibuat oleh Diknas. Mulai tahun ajaran 2011,
seluruh tingkat pendidikan di Indonesia harus menyisipkan pendidikan berkarakter tersebut dalam proses
pendidikannya,yakni:
1.
Religious. Sikap dan perilaku
yang patuh dalam melaksanakan ajaran agama yang dianutnya, toleran terhadap pelaksanaan
ibadah agama lain, dan hidup rukun dengan pemeluk agama lain.
2.
Jujur. Perilaku yang
didasarkan pada upaya menjadikan dirinya sebagai orang yang selalu dapat dipercaya
dalam perkataan, tindakan dan pekerjaan.
3.
Toleransi. Sikap dan tindakan
yang menghargai perbedaan agama, suku, etnis, pendapat, sikap, dan tindakan
orang lain yang berbeda dari dirinya.
4.
Disiplin. Tindakan yang
menunjukkan perilaku tertib dan patuh pada berbagai ketentuan dan peraturan.
5.
Kerja keras. Tindakan yang
menunjukkan perilaku tertib dan patuh pada berbagai ketentuan dan peraturan dan
mau berusaha.
6.
Kreatif. Berpikir dan melakukan
sesuatu untuk menghasilkan cara atau hasil baru dari sesuatu yang telah dimiliki.
7.
Mandiri. Sikap dan perilaku
yang tidak mudah bergantung pada orang lain dalam menyelesaikan tugas-tugas.
8.
Demokratis. Cara berfikir,
bersikap, dan bertindak yang menilai sama hak dankewajiban dirinya dan orang
lain.
9.
Rasa ingin tahu. Sikap dan tindakan
yang selalu berupaya untuk mengetahui lebih mendalam dan meluas dari sesuatu
yang di pelajarinya, di lihat dan di dengar.
10.
Semangat kebangsaan. Cara
berpikir, bertindak dan berwawasan yang menempatkan kepentingan bangsa dan negara
diatas kepentingan sendiri dan kelompoknya.
11.
Cinta tanah air. Cara
berpikir, bertindak dan berwawasan yang menempatkan kepentingan bangsa dan negara
diatas kepentingan sendiri.
12.
Menghargai prestasi. Sikap dan
tindakan yang mendorong dirinya untuk menghasilkan sesuatu yang berguna bagi masyarakat,
dan mengakui, serta menghormati keberhasilan orang lain.
13.
Bersahabat/Komunikatif. Sikap dan
tindakan yang mendorong dirinya untuk menghasilkan sesuatu yang berguna bagi masyarakat,
dan mengakui serta menghormati keberhasilan orang lain.
14.
Cinta damai. Sikap dan tindakan
yang mendorong dirinya untuk menghasilkan sesuatu yang berguna bagi masyarakat,
serta selalu ingin hidup tentram dengan orang lain tanpa adanya konflik atau pertentangan
yang dibesar-besarkan.
15.
Gemar membaca. Kebiasaan menyediakan
waktu untuk membaca bacaan yang memberikan kebajikan bagi dirinya.
16.
Peduli lingkungan. Sikap dan tindakan
yang selalu berupaya mencegah kerusakan pada lingkungan alam disekitarnya, dan mengembangkan
upaya-upaya untuk memperbaiki kerusakan alam yang sudah terjadi.
17.
Peduli sosial. Sikap dan tindakan
yang selalu ingin memberikan bantuan kepada orang lain dan masyarakat yang
membutuhkan.
18.
Tanggungjawab. Sikap dan perilaku
seseorang melaksanakan tugas dan kewajibannya, yang seharusnya dia lakukan,
terhadap diri sendiri, masyarakat, lingkungan (alam, sosial dan budaya),
negara, dan Tuhan Yang Maha Esa. Seorang
pendidik harus memikul tanggung jawab untuk menjalankan misi dan mandate yang
dipercayakan kepadanya.
Adapun nilai-nilai pendidikan yang juga dapat ditemukan dalam pendidikan
adalah
sebagai berikut.
a)
Nilai Pendidikan Religius
Religi
merupakan suatu kesadaran yang menggejala secara mendalam dalam lubuk hati
manusia sebagai human nature. Religi tidak hanya menyangkut segi
kehidupan secara lahiriah melainkan juga menyangkut keseluruhan diri pribadi
manusia secara total dalam integrasinya hubungan ke dalam keesaan Tuhan.
Nilai-nilai religius bertujuan untuk mendidik agar manusia lebih baik menurut
tuntunan agama dan selalu ingat kepada Tuhan. Nilai-nilai religius yang
terkandung dalam karya seni dimaksudkan agar penikmat karya tersebut
mendapatkan renungan-renungan batin dalam kehidupan yang bersumber pada
nilai-nilai agama.
Nilai-nilai religius dalam seni
bersifat individual dan personal. Kita tidak mengerti hasil-hasil kebudayaanya, kecuali bila kita paham akan
kepercayaan atau agama yang mengilhaminya. Religi lebih pada hati, nurani, dan
pribadi manusia itu sendiri. Dari beberapa pendapat tersebut dapat disimpulkan
bahwa nilai religius yang merupakan nilai kerohanian tertinggi dan mutlak serta
bersumber pada kepercayaan atau keyakinan manusia.
b)
Nilai Pendidikan Moral
Moral
merupakan makna yang terkandung dalam karya seni, yang disaratkan lewat cerita.
Menurut Kenny (dalam Rohmat Mulyana, 2004) moral dapat
dipandang sebagai tema dalam bentuk yang sederhana, tetapi tidak semua tema
merupakan moral. Moral merupakan kemampuan seseorang
membedakan antara yang baik dan yang buruk. Moral berhubungan dengan kelakuan atau tindakan manusia. Nilai moral inilah
yang lebih terkait dengan tingkah laku kehidupan manusia sehari-hari. Dari pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa nilai pendidikan moral
menunjukkan peraturan-peraturan tingkah laku dan adat istiadat dari seorang
individu dari suatu kelompok yang meliputi perilaku.
c)
Nilai Pendidikan Sosial
Kata
“sosial” berarti hal-hal yang berkenaan dengan masyarakat/ kepentingan umum.
Nilai pendidikan sosial merupakan hikmah yang dapat diambil dari perilaku
sosial dan tata cara hidup sosial. Perilaku sosial berupa sikap seseorang terhadap peristiwa yang terjadi di sekitarnya yang ada
hubungannya dengan orang lain, cara berpikir, dan hubungan sosial bermasyarakat
antar individu. Menurut Rosyadi (dalam Rohmat Mulyana, 2004) nilai pendidikan
sosial yang ada dalam karya seni dapat dilihat dari cerminan kehidupan
masyarakat yang diinterpretasikan. Nilai
pendidikan sosial akan menjadikan manusia sadar akan pentingnya kehidupan
berkelompok dalam ikatan kekeluargaan antara satu individu dengan individu
lainnya.
Nilai
pendidikan sosial mengacu pada hubungan individu dengan individu yang lain
dalam sebuah masyarakat. Bagaimana seseorang harus bersikap, bagaimana cara
mereka menyelesaikan masalah, dan menghadapi situasi tertentu juga termasuk
dalam nilai sosial. Nilai pendidikan sosial juga mengacu pada pertimbangan
terhadap suatu tindakan benda, cara untuk mengambil keputusan apakah sesuatu
yang bernilai itu memiliki kebenaran, keindahan, dan nilai ketuhanan. Jadi
nilai pendidikan sosial dapat disimpulkan sebagai kumpulan sikap dan perasaan
yang diwujudkan melalui perilaku yang mempengaruhi perilaku seseorang yang
memiliki nilai tersebut. Nilai pendidikan sosial juga merupakan sikap-sikap dan
perasaan yang diterima secara luas oleh masyarakat dan merupakan dasar untuk
merumuskan apa yang benar dan apa yang penting.
d)
Nilai Pendidikan Budaya
Nilai-nilai
budaya merupakan sesuatu yang dianggap baik dan berharga oleh suatu kelompok
masyarakat atau suku bangsa yang belum tentu dipandang baik pula oleh kelompok
masyarakat atau suku bangsa lain sebab nilai budaya membatasi dan memberikan
karakteristik pada suatu masyarakat dan kebudayaannya. Nilai budaya merupakan
tingkat yang paling abstrak dari adat, hidup dan berakar dalam alam pikiran
masyarakat, dan sukar diganti dengan nilai budaya lain dalam waktu singkat.
Sistem nilai budaya merupakan inti
kebudayaan, sebagai intinya ia akan mempengaruhi dan menata elemen-elemen yang
berada pada struktur permukaan dari kehidupan manusia yang meliputi perilaku
sebagai kesatuan gejala dan benda-benda sebagai kesatuan material. Sistem nilai
budaya terdiri dari konsepsi-konsepsi yang hidup dalam alam pikiran sebagian
besar warga masyarakat, mengenai hal-hal yang harus mereka anggap amat bernilai
dalam hidup. Karena itu, suatu sistem nilai budaya biasanya berfungsi sebagai
pedoman tertinggi bagi kelakuan manusia.
Jadi dapat
disimpulkan bahwa sistem nilai pendidikan budaya merupakan nilai yang menempati
posisi sentral dan penting dalam kerangka suatu kebudayaan yang sifatnya
abstrak dan hanya dapat diungkapkan atau dinyatakan melalui pengamatan pada
gejala-gejala yang lebih nyata seperti tingkah laku dan benda-benda material
sebagai hasil dari penuangan konsep-konsep nilai melalui tindakan berpola.
Ada pula
pendapat lain mengenai nilai dalam pendidikan, yaitu menurut Saondi dan
Suherman (2010) nilai-nilai dalam pendidikan adalah sebagai berikut:
a) Kebaikan
Dimana nilai ini mengarahkan
kita pada berbuat baik, mengajarkan yang baik, bertindak dengan baik bagi diri
kita bahkan peserta didik.
b) Kebajikan
Menunjukan pada perbuatan
yang sesuai dengan susila, pengendalian nafsu inderawi, tidak pantang menyerah,
dan adil.
c)
Kebahagiaan
Menunjuk pada pencarian
suatu kebahagiaan sejati yang dapat dinikmati dan diberikan kepada diri sendiri
bahkanpun kepada para peserta didik.
Nilai-nilai
tersebut dapat mengarahkan seorang pendidik pada perbuatan yang mencerminkan
tindakan yang moral dan dapat dinilai sebagai sesuatu yang bernilai. Artinya
bahwa seorang pendidik akan dipandang sebagai seseorang yang mampu dan patut
diteladani karena perilaku yang dilakukannya telah dinilai sebagai sesuatu yang
bernilai.
Seperti yang telah dijelaskan di atas bahwa
nilai-nilai dalam pendidikan yang harus diamalkan seorang guru dalam mendidik
adalah kebaikan, kebajikan, dan kebahagiaan. Selain itu juga, beberapa nilai
berikut yang perlu dimiliki seorang pendidik dalam pengembangan profesi
pendidik antara lain sebagai berikut:
1) Integritas dan Moralitas. Integritas menyangkut
mutu, sifat dan keadaan yang menunjukkan kesatuan yang utuh sehingga memiliki
potensi dan kemampuan yang memancarkan kewibawaan dan kejujuran. Moralitas
menyangkut ahlak, budi pekerti, susila, ajaran tentang baik dan buruk, segala
sesuatu yang berhubungan dengan etiket, adat sopan santun. Persyaratan
integritas dan moralitas penting untuk menjamin seorang guru yang baik, bersih
dan berwibawa. Ditengah berbagai kasus yang menyangkut guru terutama tindakan
penganiayaan kepada murid, lalai dalam tugas, tidak berkompeten dan lain-lain,
maka nilai integritas dan moralitas seorang pendidik mendapat perhatian utama.
2) Tanggung Jawab. Seorang pendidik harus memikul
tanggung jawab untuk menjalankan misi dan mandat yang dipercayakan kepadanya.
Pendidik harus bertanggungjawab atas apa yang dilakukan dan tidak dilakukannya
untuk mencegah terjadinya penyimpangan-penyimpangan dalam organisasi
kependidikan terutama saat mengajar kepada anak didiknya. Ia harus memiliki keberanian
untuk mempertanggungjawabkan tindakan yang telah dilakukan dan mengambil risiko
atau pengorbanan untuk kepentingan organisasi dan peserta didik. Tanggung jawab
dan pengorbanan adalah dua hal yang saling berhubungan erat. Pendidik harus
mengutamakan kepentingan organisasi dan tugas mendidiknya yang dilakukannya
daripada kepentingan pribadi atau keluarga termasuk pengorbanan waktu.
3) Visi Pendidik. Visi adalah arah ke mana pengabdiannya
kepada seseuau yang diabdikannya dibawah. Seorang guru menjadi motivator
sekaligus pemberi arah bagaiaman para siswa dapat menentukan arah tujuan yang
dicita-citakan. Visi seorang guru berkaitan dengan rencana masa depan ataupun
metode-metode yang akan digunakannya dalam proses pembelajara, agar semua
peserta didik mampu mengamalkan apa yang telah dipelajarinya.
4) Kebijaksanaan. Kebijaksanaan yaitu kearifan seorang
pendidik dalam memutuskan sesuatu sehingga keputusannya adil dan bijaksana. Kebijkasanaan
memiliki makna lebih dari kepandaian atau kecerdasan. Seorang guru harus
bijaksana dalam menghadapi situasi yang sulit terutama ketika berhadapan dengan
para anak didiknya. Anak didik yang sering kali memiliki sifat bandel harus
disikapi dengan bijak agar jangan sampai mempengaruhi mental ataupun lebih
menurunkan semangatnya dalam belajar.
5) Keteladanan. Seperti yang dijelaskan di atas, keteladanan
seorang guru adalah sikap dan tingkah laku yang dapat menjadi contoh bagi anak
didiknya ataupun orang-orang disekitarnya. Keteladanan berkaitan erat dengan
kehormatan, integritas dan moralitas pendidik. Keteladanan yang dibuat-buat
atau semu dan direkayasa tidak akan langgeng. Pendidik sejati melakukan hal-hal
baik dengan wajar tanpa pamrih, bukan sekedar untuk mendapat pujian manusia.
Sifat-sifat baiknya dirasakan orang lain sehingga dapat mempengaruhi lingkungan
dan masyarakat luas terutama peserta didik dan anggota/ organisasi pendidik.
6) Menjaga Kehormatan. Seorang pendidik harus menjaga
kehormatan dengan tidak melakukan perbuatan tercela karena semua perbuatannya
menjadi contoh bagi anak didiknya dan orang-orang sekitarnya. Ia tidak boleh
mudah terjebak dalam godaan “Tiga Ta” yaitu “harta” (memperoleh materi atau
uang secara tidak sah/ melanggar hukum), “tahta” (mendapatkan kekuasaan dengan
menghalalkan sebagal cara) dan “wanita” ( perselingkuhan, hubungan seks di luar
pernikahan) yang sering menjatuhkan kehormatan sebagai pemimpin. Terutama
tindakan penganiayaan kepada murudnya.
7) Beriman. Beriman kepada Tuhan Yang Maha Esa sangat
penting karena pendidik adalah manusia biasa dengan semua keterbatasannya
secara fisik, pikiran dan akal budi sehingga banyak masalah yang tidak akan
mampu dipecahkan dengan kemampuannya sendiri. Iman dapat menjembatani antara
keterbatasan manusia dengan kesempurnaan yang dimiliki Tuhan, agar kekurangan
itu dapat diatasi. Iman juga mmerupakan perisai untuk meredam keinginan dan
nafsu-nafsu duniawi serta godaan untuk melakukan penyimpangan-penyimpangan
dalam menjalankan profesi kependidiknanya.
8) Kemampuan Berkomunikasi. Kependidikan yang bermoral
adalah suatu proses moralitas untuk mencapai suatu tingkat atau keadaan dimana
para pendidik mampu mengikat (dalam arti berkomunikasi dan berinteraksi) dengan
yang di didiknya berdasarkan kebersamaan motif, nilai dan tujuan yaitu
berdasarkan kebutuhan-kebutuhan hakiki para peserta didik maupun bagi pendidik
itu sendiri. Pernyataan itu mengandung arti bahwa seorang pendidik harus mampu
mengkomunikasikan dengan baik pengetahuan yang dimilikinya kepada para peserta
didik, agar dapat dipahami dengan baik. Pendidik juga harus mampu berinteraksi
dan berkomunikasi dengan peserta didik baik did ala kelas maupun di dalam
masyarakat.
9) Komitmen Meningkatkan Kualitas SDM. Ada pepatah
kuno yang kurang lebih berbunyi sebagai berikut : “Kalau Anda ingin memetik
hasil jangka pendek, tanamlah jagung atau padi. Kalau ingin memetik hasil
jangka panjang, tanamlah pohon kelapa. Tetapi kalau ingin memetik hasil sepanjang
masa, didiklah manusia!”. Dan inilah yang menjadi salah satu tujuan pendidik,
yaitu mendidik peserta didik agar menjadi manusia yang berkualitas sehingga
dapat membangun bangsa dan negara. Output pendidikan yang berkuallitas akan
menghasilkan sumber daya sumber daya manusia yang berkualitas pula.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Nilai dan moral sangat penting dalam
pengembangan profesi guru. Sikap dan moral tersebut terutama sangat penting
dalam mencerminkan sikap seorang guru. Guru yang dapat bersikap dengan baik
adalah guru yang memiliki nilai moral. Guru yang bermoral adalah mereka yang
mampu memperlihatkan suatu yang dapat menjadi teladan yang baik bagi peserta
didik. Guru yang bernilai adalah mereka yang telah menjadi teladan bagi sesama
terutama para peserta didik.
Profesi guru akan dipandang
sebagai profesi yang sangat berperan penting dalam bangsa dan negara karena
melalui gurulah tercipta anak bangsa yang bukan hanya berilmu tetapi juga
berbudi pekerti yang luhur. Oleh karena itu, kita hendaknya sebagai calon
pendidik untuk dapat membangun sikap atau jiwa mendidik yang bermoral dan
bernilai, sehingga semakin banyak anaka bangsa yang terdidik dan membanggakan
bangsa dan negara. Bukan hanya itu kita harus mampu menaikan derajat profesi
guru, meningkatakan kulitas dan kompetensi kita, dan selalu beriman dan
bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa
DAFTAR
PUSTAKA
Anonim,
2013. Beberapa Definisi Nilai.
(diakses pada
01/04/2014)
Anonim,
2011. Nilai dalam Pendidikan Karakter
Bangsa.
(diakses pada 01/04/2014)
Mulyana Rohmat. 2004. Mengartikulasikan Pendidikan Nilai. Bandung; Alfabeta.
Saputra
Hendra. 2008. Pengantar Filsafat
Pendidikan. Jakarta; PSB
FKIP UHAMKA.
Saondi, Suherman. 2010. Etika Profesi Keguruan. Bandung; PT Refika Aditama.
0 comments:
Post a Comment