Saturday, April 12, 2014

Makalah lingkungan dan bioteknologi


BAB I
PENDAHULUAN

1.1  Latar Belakang
Pada zaman modern seperti saat ini hampir semua orang sudah mengenal dan memakai produk hasil olahan bioteknologi. Baik hasil olahan dari bioteknologi konvensional maupun modern. Namun walaupun semua orang sudah menikmati hasil dari bioteknologi hanya segelintir orang saja yang mengetahui secara pasti apa sebenarnya bioteknologi.
Sebenarnya sebelum abad ke 15 manusia telah menggunakan bioteknologi. Namun mereka belum mengetahui apa yang terjadi pada produk yang mereka olah. Misalnya saja pada pembuatan anggur. Orang-orang pada saat itu sudah dapat mengolah anggur. Tetapi mereka tidak mengetahui proses apa yang terjadi sehingga bisa terbentuk anggur. Manusia pada saat itu hanya mengikuti resep yang diajarkan oleh orang tua mereka.
Dengan ditemukannya mikroskop oleh Antony Van Leeuwenhoek, maka penelitian tentang bioteknologi pun mulai berkembang. Para peneliti tertarik untuk mengetahui proses apa yang terjadi sehingga bisa terbentuk anggur. Dengan adanya mikroskop maka dapat dilihat bahwa dalam proses pengolahan anggur tesebut digunakan sel khamir. Seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan maka ditemukanlah mikroskop-mikroskop yang lebih canggih. Hal ini tentunya sangat mempermudah para peneliti untuk meneliti lebih lanjut tentang biteknologi, dan menemukan inovasi-inovasi baru dalam bidang bioteknologi. Karena pada dasarnya bioteknologi bukanlah ilmu yang berdiri sendiri, melainkan didukung oleh ilmu-ilmu lain seperti genetika, biokimia, mikrobiologi dan masih banyak ilmu-ilmu lainnya. Sehingga ilmu-illmu ini ikut serta dalam mendukung kemajuan dari bioteknologi. Misalnya saja dengan ditemukannya struktur dari DNA, maka dalam pengolahan anggur tidak perlu lagi mengunakan sel khamir untuk membuat anggur, cukup hanya dengan menggunakan material genetik dari khamir tersebut maka dapat dihasilkan anggur. Sehingga sel dari khamir ini tidak ikut termakan oleh manusia.
Secara umum bioteknologi dibagi menjadi dua yakni bioteknologi konvensional dan bioteknologi modern. Bioteknologi konvensional merupakan bioteknologi sederhana yang menggunakan mahluk hidup secara langsung tanpa didasari prinsip ilmiah, melainkan berdasarkan keterampilan yang diwariskan secara turun temurun. Sedangkan bioteknologi modern adalah bioteknologi yang menggunakan mahluk hidup secara langsung atau komponennya, berdasarkan prinsip ilmiah hasil pengkajian berbagai ilmu yang mendalam.
Menurut aplikasinya dalam berbagai bidang, maka bioteknologi dapat dibagi menjadi bioteknologi merah, bioteknologi putih atau abu-abu, bioteknologi hijau, bioteknologi biru, dan bioteknologi lingkungan. Bioteknologi merah merupakan aplikasi bioteknologi dibidang medis. Bioteknologi putih atau abu-abu merupakan aplikasi bioteknologi di bidang industri seperti pengembangan dan produksi senyawa baru serta pembuatan sumber energi terbarukan. Bioteknologi hijau adalah aplikasi bioteknologi di bidang pertanian dan peternakan. Bioteknologi biru merupakan aplikasi bioteknologi di bidang kelautan yang mengendalikan proses-proses yang terjadi di lingkungan akuatik. Sedangkan bioteknologi lingkungan merupakan aplikasi bioteknologi di bidang lingkungan. Namun dalam makalah ini penulis hanya akan membahas tentang bagaimana aplikasi bioteknologi dibidang lingkungan.
1.2  Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang ada, maka penulis merumuskan beberapa masalah, yaitu sebagai berikut:
1.      Apa yang dimaksud dengan bioteknologi?
2.      Bagaimana aplikasi bioteknologi di bidang lingkungan?
3.      Apa manfaat bioteknologi bagi lingkungan?
1.3  Tujuan
Dalam makalah ini penulis menemukan beberapa tujuan sebagai berikut:
1.      Untuk memenuhi tugas mata kuliah “Pengantar Bioteknologi”
2.      Untuk mengetahui konsep dasar dari bioteknologi
3.      Untuk mengetahui aplikasi bioteknologi dibidang lingkungan
4.      Untuk mengetahui manfaat bioteknologi bagi lingkungan



BAB II
PEMBAHASAN
2.1  Pengertian Bioteknologi
Secara umum bioteknologi merupakan pemanfaatan organisme hidup baik secara keseluruhan maupun bagian dari organisme tersebut untuk menghasilkan barang dan jasa yang bermanfaat bagi manusia. Namun definisi bioteknologi secara klasik atau konvesional adalah teknologi yang memanfaatkan agen hayati untuk menghasilkan barang dan jasa dalam skala kecil untuk memenuhi kebutuhan manusia. Sedangkan dilihat dari secara modern, bioteknologi adalah pemanfaatan agen hayati atau bagian-bagian yang telah direkayasa secara in vitro untuk menghasilkan barang dan jasa dalam skala industri.
Bioteknologi dikembangkan untuk meningkatkan nilai bahan mentah dengan memanfaatkan mikroorganisme serta bagian-bagiannya, misalnya bakteri. Selain itu, bioteknologi juga memanfaatkan sel-sel tumbuhan dan hewan untuk mendapatkan jenis baru yang lebih unggul. Pemanfaatan mikroorganisme dan bagian-bagiannya ini dilakukan diberbagai bidang salah satunya adalah bidang lingkungan. Oleh karena itu muncullah pembagian bioteknologi menjadi bioteknologi lingkungan. Dan pengaplikasian bioteknologi dibidang lingkungan inilah yang disebut dengan bioteknologi lingkungan.
2.2  Aplikasi Bioteknologi Di bidang Lingkungan
Banyak orang beranggapan bahwa bioteknologi memiliki banyak dampak negatif khususnya terhadap lingkungan. Namun itu hanya anggapan orang yang belum mengenal seluk beluk bioteknologi itu sendiri. Dewasa ini bioteknologi telah berkembang khususnya dibidang lingkungan. Bioteknologi bisa dikatakan telah membantu dalam memperbaiki lingkungan yang saat ini sudah sangat buruk.
Sebagai gambaran umum tentang keadaan lingkungan saat ini dapat dilihat dinegara kita sendiri yakni Indonesia. Indonesia adalah eksportir batubara terbesar kedua di dunia (setelah Australia, 2006). Menurut Gautama (2007) untuk pertambangan mineral, Indonesia merupakan negara penghasil timah peringkat ke-2, tembaga peringkat ke-3, nikel peringkat ke-4, dan emas peringkat ke-8 dunia.
Dampak negatif dari pertambangan terbuka (open pit mining) ini yakni dapat merubah total iklim dan tanah akibat seluruh lapisan tanah di atas deposit bahan tambang disingkirkan. Selain itu, untuk memperoleh atau melepaskan biji tambang dari batu-batuan atau pasir seperti dalam pertambangan emas, para penambang pada umumnya menggunakan bahan-bahan kimia berbahaya yang dapat mencemari tanah, air atau sungai dan lingkungan.
Selain masalah pertambangan saat ini banyak muncul industri-industri kecil laundry. Akan tetapi pertumbuhan industri laundry ini memiliki efek samping yang kurang baik, sebab industri-industri kecil tersebut sebagian besar langsung membuang limbahnya ke selokan atau badan air tanpa pengolahan terlebih dulu. Hal ini dapat menyebabkan pencemaran lingkungan karena dalam limbah tersebut mengandung phospat yang tinggi. Menurut Hera (dalam Hardyanti, 2007) Phospat ini berasal dari Sodium Tripolyphosphate (STPP) yang merupakan salah satu bahan yang kadarnya besar dalam detergen. Dalam detergen, STPP ini berfungsi sebagai builder yang merupakan unsur penting kedua setelah surfaktan karena kemampuannya menonaktifkan mineral kesadahan dalam air sehingga detergen dapat bekerja secara optimal (SDA, 2003). STPP ini akan terhidrolisa menjadi PO4 dan P2O7 yang selanjutnya akan terhidrolisa juga menjadi PO4. Badan air dengan PO4 yang berlebih akan mengakibatkan terjadinya eutrofikasi. Masalah-masalah yang dapat mengancam keberlangsungan kelestarian lingkungan ini dapat ditanggulangi dengan mengaplikasikan ilmu bioteknologi yakni bioremidiasi dan fitoremidiasi. Tentunya metode-metode yang terbentuk dari ilmu bioteknologi ini sangat diharapkan bisa memperbaiki dan menjaga kelestarian lingkungan saat ini.
A.    Bioremidiasi
Menurut Bambang Priadie (2012), bioremediasi merupakan penggunaan mikroorganisme yang telah dipilih untuk ditumbuhkan pada polutan tertentu sebagai upaya untuk menurunkan kadar polutan tersebut. Sedangkan pendapat lain mengatakan bahwa bioremediasi adalah proses pembersihan pencemaran tanah dengan menggunakan mikroorganisme (jamur, bakteri).
Bioremediasi bertujuan untuk memecah atau mendegradasi zat pencemar menjadi bahan yang kurang beracun atau tidak beracun. Saat bioremediasi terjadi, enzim-enzim yang diproduksi oleh mikroorganisme memodifikasi polutan beracun dengan mengubah struktur kimia polutan tersebut, sebuah peristiwa yang disebut biotransformasi. Pada banyak kasus, biotransformasi berujung pada biodegradasi, dimana polutan beracun terdegradasi, strukturnya menjadi tidak kompleks, dan akhirnya menjadi metabolit yang tidak berbahaya dan tidak beracun.
Bioremediasi merupakan pengembangan dari bidang bioteknologi lingkungan dengan memanfaatkan proses biologi dalam mengendalikan pencemaran. Bioremediasi mempunyai potensi untuk menjadi salah satu teknologi lingkungan yang bersih, alami, dan paling murah untuk mengantisipasi masalah-masalah lingkungan. Sehingga dapat disimpulkan, bioremediasi adalah salah satu teknologi untuk mengatasi masalah lingkungan dengan memanfaatkan bantuan mikroorganisme. Mikroorganisme yang dimaksud adalah khamir, fungi, dan bakteri yang berfungsi sebagai agen bioremediator.
Ø  Penerapan Bioremidiasi
Seperti yang telah dijelaskan pada halaman sebelumnya bahwa bioremidiasi ini menggunakan mikroorganisme. Berkaitan dengan hal tersebut pemerintah Indonesia telah mempunyai payung hukum yang mengatur standar baku kegiatan bioremediasi dalam mengatasi permasalahan lingkungan akibat kegiatan pertambangan dan perminyakan serta bentuk pencemaran lainnya (logam berat dan pestisida) melalui Kementerian Lingkungan Hidup, Kep Men LH No.128 tahun 2003, tentang tatacara dan persyaratan teknis dan pengelolaan limbah minyak bumi dan tanah terkontaminasi oleh minyak bumi secara biologis (bioremediasi) yang juga mencantumkan bahwa bioremediasi dilakukan dengan menggunakan mikroba lokal. Tortora 2010 (dalam Bambang Priadie, 2012) mengatakan saat ini, bioremediasi telah berkembang pada pengolahan air limbah yang mengandung senyawa-senyawa kimia yang sulit untuk didegradasi dan biasanya dihubungkan dengan kegiatan industri, antara lain logam-logam berat, petroleum hidrokarbon, dan senyawa-senyawa organik terhalogenasi seperti pestisida dan herbisida, maupun nutrisi dalam air seperti nitrogen dan fosfat pada perairan tergenang.
Pengolahan air tercemar secara biologi pada prinsipnya adalah meniru proses alami self purification di sungai dalam mendegradasi polutan melalui peranan mikroorganisma. Peranan mikroorganisme pada proses self purification ini pada prinsipnya ada dua yaitu: pertumbuhan mikroorganisme menempel dan tersuspensi.
a)      Pertumbuhan mikroorganisme menempel
Mikroorganisme ini keberadaannya menempel pada suatu permukaan misalnya pada batuan ataupun tanaman air. Selanjutnya diaplikasikan pada Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) misalnya dengan sistem trickling filter. Selama pengolahan aerobik air limbah domestik, genus bakteri yang sering ditemukan berupa gram-negatif berbentuk batang heterotrofik organisme, termasuk Zooglea, Pseudomonas, Chromobacter, Achromobacter, Alcaligenes dan Flavobacterium. Filamentous bakteri seperti genera Beggiatoa, Thiotrix dan Sphaerotilus juga ditemukan dalam biofilm, sebagaimana organisme seperti Nitrosomonas dan nitrifikasi Nitrobacter.
b)      Pertumbuhan mikroorganisme yang tersuspensi
Mikroorganisme ini keberadaannya dalam bentuk suspensi di dalam air yang tercemar. Selanjutnya diaplikasikan pada IPAL dengan sistem lumpur aktif konvensional menggunakan bak aerasi maupun sistem SBR (Sequence Batch Reactor). Berbeda dengan mikroorganisme yang menempel, sistem pertumbuhan mikroorganisme yang tersuspensi terdiri dari agregat mikroorganisme yang pada umumnya tumbuh sebagai flocs dalam kontak dengan air limbah pada waktu pengolahan. Agregat atau flocs, yang terdiri dari berbagai spesies mikroba, berperan dalam penurunan polutan. Umumnya spesies mikroba ini terdiri dari bakteri, protozoa dan metazoa. Pada sistem kolam stabilisasi, organisme phototrophic, yang memanfaatkan berbagai akseptor elektron, dapat dimanfaatkan untuk mencapai pengolahan yang baik dengan mengabaikan masukan energi. Pengembangan penerapan kedua proses tersebut dalam teknologi pengolahan air limbah dapat digabungkan berupa hybrid reactor.
Untuk bioremediasi air tercemar memerlukan beberapa tahapan. Tahapan tersebut meliputi: isolasi bakteri, pengujian bakteri dalam mengdegradasi zat pencemar, identifikasi, dan perbanyakan bakteri. Bagi pengggunaan bakteri indigenous, seperti yang dipersyaratkan oleh Kep Men LH No.128 (2003), tahap isolasi bakteri merupakan langkah awal yang harus diperhatikan.
Ø  Teknik Isolasi Bakteri, Pengujian Bakteri, dan Identifikasi Bakteri
Isolasi bakteri yang baik dan benar dapat menentukan bakteri yang cocok dalam proses remediasi air limbah yang diinginkan. Oleh karena itu prinsip pemilihan bakteri hasil isolasi dapat memberikan kinerja penurunan kadar polutan yang optimal. Karena secara alami jumlah bakteri yang diinginkan terdapat dalam jumlah sedikit, malah lebih banyak bakteri yang tidak diinginkan, maka diperlukan proses isolasi untuk memperbanyak bakteri yang dimaksud. Tujuan mengisolasi bakteri adalah untuk mendapatkan bakteri yang diinginkan dengan cara mengambil sampel mikroba dari lingkungan yang ingin diteliti. Dari sampel tersebut kemudian dikultur/dibiakkan dengan menggunakan media universal atau media selektif, tergantung tujuan yang ingin dicapai (Tortora, 2010 dalam Bambang Priyadie 2012).
Bahan nutrisi dipersiapkan untuk pertumbuhan bakteri di laboratorium yang disebut kultur media. Beberapa bakteri dapat tumbuh dengan baik pada hampir semua media kultur; lainnya memerlukan media kultur khusus yang pada akhirnya akan ada suatu pertumbuhan yang disebut inokulum. Untuk tujuan tersebut diperlukan media yang diperkaya (enrichment culture) untuk memperbanyak bakteri yang dimaksud. Pada medium yang diperkaya, termasuk juga media selektif, biasanya menyediakan nutrisi dan kondisi lingkungan yang mendukung pertumbuhan mikroba yang diinginkan tetapi menghambat bakteri lainnya.
Setelah itu, media yang mengandung mikroorganisme diinginkan tersebut selanjutnya diinkubasi selama beberapa hari, kemudian sejumlah kecil inokulum dipindahkan ke lain media dengan komposisi media yang sama. Setelah serangkaian transfer tersebut, mikroorganisme yang masih hidup akan terdiri dari bakteri yang mampu melakukan metabolisme bahan organik. Setelah populasi bakteri bertambah dilakukan isolasi pada medium agar yang diinkubasi selama 3 hari. Dari hasil inkubasi tersebut diperoleh koloni-koloni bakteri untuk selanjutnya akan diambil koloni yang dominan untuk diamati dan dibuat sub kultur murninya untuk digunakan dalam penurunan zat pencemar. Identifikasi dapat dilakukan dengan beberapa cara termasuk : pengamatan morfologi sel, pewarnaan gram, dan uji biokimia. Selain berdasarkan morfologi, bakteri juga dibedakan menjadi 3 bentuk meliputi: bentuk bulat (kokus), bentuk batang (basil), dan bentuk spiral.
Ø  Perbanyakan bakteri
Setelah didapatkan isolat yang diinginkan, uji degradasi, dan identifikasi bakteri, selanjutnya adalah membuat perbanyakan bakteri untuk uji skala lapangan. Perbanyakan bakteri atau pengembangan inokulum ini merupakan proses untuk memproduksi inokulum. Medium pengembangan inokulum harus cukup serupa dengan medium produksi. Hal ini dimaksudkan untuk meminimalkan periode adaptasi dengan mereduksi fase lag. Perbanyakan bakteri atau pengembangan inokulum ini merupakan proses untuk memproduksi inokulum dengan jumlah yang besar sehingga menjaga keberlangsungan. Perbanyakan bakteri indigenous dilakukan melalui tahapan: pembuatan kultur stok, pemeliharaan kultur, perbanyakan kultur tahap I, perbanyakan kultur tahap II, dan pembuatan kultur produksi.
Untuk lebih jelasnya tentang bagaimana pemanfaatan bioremidiasi dalam mengatasi masalah lingkungan ini, maka penulis akan mengambil contoh bagaimana pemanfaatan bakteri pseudomonas untuk bioremediasi akibat pencemaran minyak bumi.
·         Pseudomonas Sp merupakan bakteri hidrokarbonoklastik yang mampu mendegradasi berbagai jenis hidrokarbon. Keberhasilan penggunaan bakteri Pseudomonas dalam upaya bioremediasi lingkungan akibat pencemaran hidrokarbon membutuhkan pemahaman tentang mekanisme interaksi antara bakteri Pseudomonas sp dengan senyawa hidrokarbon. Kemampuan bakteri Pseudomonas sp. IA7D dalam mendegradasi hidrokarbon dan dalam menghasilkan biosurfaktan menunjukkan bahwa isolat bakteri Pseudomonas sp IA7D berpotensi untuk digunakan dalam upaya bioremediasi lingkungan akibat pencemaran hidrokarbon.
Bahan utama minyak bumi adalah hidrokarbon alifatik dan aromatik. Selain itu, minyak bumi juga mengandung senyawa nitrogen antara 0-0,5%, belerang 0-6%, dan oksigen 0-3,5%. Terdapat sedikitnya empat seri hidrokarbon yang terkandung di dalam minyak bumi, yaitu seri n-paraffin (n-alkana) yang terdiri atas metana (CH4) sampai aspal yang memiliki atom karbon (C) lebih dari 25 pada rantainya, seri iso-paraffin (isoalkana) yang terdapat hanya sedikit dalam minyak bumi, seri neptena (sikloalkana) yang merupakan komponen kedua terbanyak setelah n-alkana, dan seri aromatik (benzenoid). Sedangkan bakteri pseudomonas yang umum digunakan dalam biioremidiasi ini antara lain: Pseudomonas aeruginosa, Pseudomonas stutzeri, Pseudomonas diminuta.
Salah satu faktor yang sering membatasi kemampuan bakteri Pseudomonas dalam mendegradasi senyawa hidrokarbon adalah sifat kelarutannya yang rendah, sehingga sulit mencapai sel bakteri. Oleh karena itu, untungnya, bakteri Pseudomonas dapat memproduksi biosurfaktan. Kemampuan bakteri Pseudomonas dalam memproduksi biosurfaktan berkaitan dengan keberadaan enzim regulatori yang berperan dalam sintesis biosurfaktan. Ada 2 macam biosurfaktan yang dihasilkan bakteri Pseudomonas :
1.      Surfaktan dengan berat molekul rendah (seperti glikolipid, soforolipid, trehalosalipid, asam lemak dan fosfolipid) yang terdiri dari molekul hidrofobik dan hidrofilik. Kelompok ini bersifat aktif permukaan, ditandai dengan adanya penurunan tegangan permukaan medium cair.
2.      Polimer dengan berat molekul besar, yang dikenal dengan bioemulsifier polisakarida amfifatik. Dalam medium cair, bioemulsifier ini mempengaruhi pembentukan emulsi serta kestabilannya dan tidak selalu menunjukkan penurunan tegangan permukaan medium.
Biosurfaktan merupakan komponen mikroorganisme yang terdiri atas molekul hidrofobik dan hidrofilik, yang mampu mengikat molekul hidrokarbon tidak larut air dan mampu menurunkan tegangan permukaan. Selain itu biosurfaktan secara ekstraseluler menyebabkan emulsifikasi hidrokarbon sehingga mudah untuk didegradasi oleh bakteri. Biosurfaktan meningkatkan ketersediaan substrat yang tidak larut melalui beberapa mekanisme. Dengan adanya biosurfaktan, substrat yang berupa cairan akan teremulsi dibentuk menjadi misel-misel, dan menyebarkannya ke permukaan sel bakteri. Substrat yang padat dipecah oleh biosurfaktan, sehingga lebih mudah masuk ke dalam sel.
Pelepasan biosurfaktan ini tergantung dari substrat hidrokarbon yang ada. Ada substrat (misal seperti pada pelumas) yang menyebabkan biosurfaktan hanya melekat pada permukaan membran sel, namun tidak diekskresikan ke dalam medium. Namun, ada beberapa substrat hidrokarbon (misal heksadekan) yang menyebabkan biosurfaktan juga dilepaskan ke dalam medium. Hal ini terjadi karena heksadekan menyebabkan sel bakteri lebih bersifat hidrofobik. Oleh karena itu, senyawa hidrokarbon pada komponen permukaan sel yang hidrofobik itu dapat menyebabkan sel tersebut kehilangan integritas struktural selnya sehingga melepaskan biosurfaktan untuk membran sel itu sendiri dan juga melepaskannya ke dalam medium. Terdapat tiga cara transpor hidrokarbon ke dalam sel bakteri secara umum yaitu :
1.      Interaksi sel dengan hidrokarbon yang terlarut dalam fase air. Pada kasus ini, umumnya rata-rata kelarutan hidrokarbon oleh proses fisika sangat rendah sehingga tidak dapat mendukung.
2.      Kontak langsung (perlekatan) sel dengan permukaan tetesan hidrokarbon yang lebih besar daripada sel mikroba. Pada kasus yang kedua ini, perlekatan dapat terjadi karena sel bakteri bersifat hidrofobik. Sel mikroba melekat pada permukaan tetesan hidrokarbon yang lebih besar daripada sel dan pengambilan substrat dilakukan dengan difusi atau transpor aktif. Perlekatan ini terjadi karena adanya biosurfaktan pada membrane sel bakteri Pseudomonas.
3.      Interaksi sel dengan tetesan hidrokarbon yang telah teremulsi atau tersolubilisasi oleh bakteri. Pada kasus ini sel mikroba berinteraksi dengan partikel hidrokarbon yang lebih kecil daripada sel. Hidrokarbon dapat teremulsi dan tersolubilisasi dengan adanya biosurfaktan yang dilepaskan oleh bakteri pseudomonas ke dalam medium.
B.     Fitoremidiasi
Disamping menggunakan bioremidiasi, masalah lingkungan tersebut dapat ditanggulangi dengan fitoremidiasi. Apabila dilihat dari susunan katanya fitoremidiasi berasal dari kata Phyto asal kata Yunani/ greek “phyton” yang berarti tumbuhan/tanaman (plant), dan Remediation yang berasal dari kata latin yakni remediare (to remedy) yaitu memperbaiki/ menyembuhkan atau membersihkan sesuatu. Sehingga Fitoremediasi (Phytoremediation) merupakan suatu sistem dimana tanaman tertentu yang bekerja sama dengan mikroorganisme dalam media (tanah, koral dan air) dapat mengubah zat kontaminan (pencemar/pollutan) menjadi kurang atau tidak berbahaya bahkan menjadi bahan yang berguna secara ekonomi.
Pemahaman lain mengenai fitoremidiasi adalah upaya penggunaan tanaman dan bagian-bagiannya untuk dekontaminasi limbah dan masalah-masalah pencemaran lingkungan baik secara ex-situ menggunakan kolam buatan atau reactor maupun in-situ (langsung di lapangan) pada tanah atau daerah yang terkontaminasi limbah. Secara singkatnya dapat dikatakan bahwa fitoremidiasi adalah penggunaan tanaman-tanaman tertentu (keseluruhan atau bagiannya) untuk mengatasi limbah.
Keuntungan fitoremediasi selain mudah juga merupakan alternatif yang murah dibandingkan dengan cara remediasi fisiko-kimia maupun bioremediasi yang menggunakan mikroorganisme (bakteri, kapang dan jamur). Adapun keterbatasan sistem fitoremediasi adalah terutama yang berhubungan dengan batasan konsentrasi kontaminan yang dapat ditolerir oleh tanaman, masalah kebocoran kontaminan yang sangat larut dalam air dan lamanya waktu yang diperlukan pada fitoremediasi tanah yang tercemar.
Ø  Penerapan Fitoremidiasi
Seperti yang telah disebutkan sebelumnya bahwa fitoremidiasi merupakan suatu upaya untuk menanggulangi pencemaran dengan menggunakan tumbuhan tertentu (keseluruhan atau bagian-bagiannya). Tumbuh-tumbuhan yang digunakan umumnya adalah tumbuhan yang dapat mendegradasi polutan. Tumbuhan yang digunakan antara lain enceng gondok (Eichhornia crassipes) dengan fitoremediasi phospat. Berdasarkan penelitian-penelitian yang telah dilakukan tanaman enceng gondok memiliki kemampuan untuk mengolah limbah, baik itu berupa logam berat, zat organik maupun anorganik. Selain itu Sheffield (1997) melaporkan bahwa tanaman ini mampu menurunkan konsentrasi ammonia sebesar 81% dalam waktu 10 hari. Tumbuh-tumbuhan lain yang digunakan juga yaitu, Solanum nigrum, Anturium Merah/ Kuning, Alamanda Kuning/ Ungu, Akar Wangi, Bambu Air, Cana Presiden Merah/Kuning/ Putih, Dahlia, Dracenia Merah/ Hijau, Heleconia Kuning/ Merah, Jaka, Keladi Loreng/Sente/ Hitam, Kenyeri Merah/ Putih, Lotus Kuning/ Merah, Onje Merah, Pacing Merah/ Mutih, Padi-padian, Papirus, Pisang Mas, Ponaderia, Sempol Merah/Putih, Spider Lili, dll.
Ø  Cara berlangsungnya proses fitoremidiasi
Proses dalam sistem ini berlangsung secara alami dengan 6 tahap proses secara serial yang dilakukan tumbuhan terhadap zat kontaminan/ pencemar yang berada disekitarnya.
1)      Phytoacumulation (phytoextraction) yaitu proses tumbuhan menarik zat kontaminan dari media sehingga berakumulasi disekitar akar tumbuhan. Proses ini disebut juga Hyperacumulation
2)      Rhizofiltration (rhizo= akar) adalah proses adsorpsi atau pengedapan zat kontaminan oleh akar untuk menempel pada akar. Percobaan untuk proses ini dilakukan dengan menanan bunga matahari pada kolam mengandung radio aktif untuk suatu test di Chernobyl, Ukraina.
3)      Phytostabilization yaitu penempelan zat-zat contaminan tertentu pada akar yang tidak mungkin terserap kedalam batang tumbuhan. Zat-zat tersebut menempel erat (stabil ) pada akar sehingga tidak akan terbawa oleh aliran air dalam media.
4)      Rhyzodegradetion disebut juga enhenced rhezosphere biodegradation, atau plentedassisted bioremidiation degradation, yaitu penguraian zat-zat kontaminan oleh aktivitas microba yang berada disekitar akar tumbuhan. Misalnya ragi, fungi dan bacteri.
5)      Phytodegradation (phyto transformation) yaitu proses yang dilakukan tumbuhan untuk menguraikan zat kontaminan yang mempunyai rantai molekul yang kompleks menjadi bahan yang tidak berbahaya dengan dengan susunan molekul yang lebih sederhan yang dapat berguna bagi pertumbuhan tumbuhan itu sendiri. Proses ini dapat berlangsung pada daun , batang, akar atau diluar sekitar akar dengan bantuan enzym yang dikeluarkan oleh tumbuhan itu sendiri. Beberapa tumbuhan mengeluarkan enzym berupa bahan kimia yang mempercepat proses proses degradasi.
6)      Phytovolatization yaitu proses menarik dan transpirasi zat contaminan oleh tumbuhan dalam bentuk yang telah larutan terurai sebagai bahan yang tidak berbahaya lagi untuk selanjutnya di uapkan ke admosfir. Beberapa tumbuhan dapat menguapkan air 200 sampai dengan 1000 liter perhari untuk setiap batang.
Beberapa aplikasi dari fitoremidiasi yang telah dilakukan antara lain :
1)      Menghilangkan logam berat yang mencemari tanah dan air tanah, seperti yang dilakukan di New Zealand, lokasi : Opotiki, Bay of Plenty. Membersihkan tanah yang tercemar cadmium (Cd oleh penggunaan pesticida) dengan menanam pohon poplar.
2)      Membersihkan tanah dan air tanah yang mengandung bahan peledak (TNT, RDX dan amunisi militer) di Tennese, USA, dengan menggunakan metode wetland yaitu kolam yang diberi media koral yang ditanami tumbuhan air dan kemudian dialirkan air yang tercemar bahan peledak tersebut. Tumbuhan yang digunakan seperti: Sagopond (Potomogeton pectinatus), Water stargas (Hetrathera), Elodea (Elodea Canadensis) dan lain-lain.
3)      Pengolahan limbah domestik dengan konsep fitoremediasi dengan metoda Wet land, seperti yang diterapkan dibeberapa tempat di Bali dengan sebutan wastewater garden (WWG) atau terkenal dengan Taman Bali seperti yang terlihat di Kantor Camat Kuta, Sunrise School, dan Kantor Gubernur Bali. Wetland ini berupa kolam dari pasangan batu kemudian diisi media koral setinggi 80 cm yang ditanami tumbuhan air (Hydrophyte) selanjutnya dialirkan air limbah (grey water dan effluen dari sptictank). Air harus dijaga berada pada ketinggian 70 cm atau 10 cm dibawah permukaan koral agar terhindar dari bau dan lalat/ serangga lainnya. Untuk menghindari kloging (mampet) pada lapisan koral maka air limbah sebelum masuk unit wet land ini harus dilewatkan unit pengendap partikel discret. Berdasarkan hasil test laboratorium terhadap influen dan effluent.
2.3  Manfaat Bioteknologi Bagi Lingkungan
Bioteknologi dapat dimanfaatkan untuk perbaikan lingkungan. Berikut ini adalah manfaat bioteknologi bagi lingkungan.
1.      Mengolah limbah
Terdapat banyak mikroorganisme yang bisa mencerna karbohidrat, protein, lemak, minyak, selulosa, plastik, dan minyak. Berbagai spesies mikroorganisme tersebut bisa dipergunakan untuk keperluan tertentu. Para ilmuwan meneliti dan “menangkap” mikroorganisme tersebut untuk dikultur di laboratorium. Sejumlah bakteri yang bisa mencerna minyak dan selulosa sudah berhasil diperoleh. Selama itu, juga pernah adanya penelitian terhadap campuran mikroorganisme yang bisa mencerna sampah dengan cara yang lebih efektif.
Ø  Mikroorganisme Pengolah Limbah
Mikroorganisme dapat dimanfaatkan oleh kalangan industri untuk mengolah limbah sebelum limbahnya dibuang ke lingkungan. Misalnya, industri yang limbahnya mengandung lemak dapat memanfaatkan mikroorganisme pencerna lemak sebelum membuang limbah ke sungai. Proses pengolahan limbah dengan metode biologi adalah metode yang memanfaatkan mikroorganisme sebagai katalis untuk menguraikan material yang terkandung di dalam air limbah. Mikroorganisme yang digunakan umumnya bakteri aerob. Proses pengolahan air limbah yaitu:
-        Pengumpulan
-        Pemilahan
-        Pengaliran limbah
-        Pengendapan
-        Proses aerob
-        Kucuran air
-        Proses anaerob
Pembuangan sampah mikroorganisme yang didapat didaftarkan untuk memperoleh hak paten. Mikroorganisme tersebut bisa dimanfaatkan dalam dunia industri untuk mengolah limbah sebelum akhirnya dibuang ke lingkungan. Contohnya, industri yang limbahnya terdapat kandungan lemak bisa memanfaatkan mikroorganisme yang dapat mencerna lemak sebelum akhirnya limbah dibuang ke sungai. Contohnya yaitu cacing tanah.
Cacing tanah bisa mengurangi pencemaran oleh sampah organik. Hal ini karena cacing tanah mencerna sisa-sisa bahan organik yang terdapat di dalam tanah, seperti ranting, sisa dedaunan, dan sampah organik lainnya. Kotoran cacing tanah mengandung banyak nitrogen sehinga bisa menyuburkan tanah. Cacing tanah termasuk hewan tingkat rendah karena tidak mempunyai tulang belakang (invertebrata). Cacing tanah termasuk kelas Oligochaeta.
Di Indonesia, cacing tanah telah banyak diternakkan. Sentra peternakan cacing terbesar terdapat di Jawa Barat khususnya Bandung-Sumedang dan sekitarnya. Manfaat Cacing Tanah:
-        Mengurangi pencemaran sampak organik
-        Menyuburkan tanah
-        Memperbaiki aerasi dan struktur tanah
-        Meningkatkan ketersediaan air tanah
2.      Biogas
Biogas adalah gas metana yang bisa menghasilkan energi yang tidak menimbulkan polusi. Biogas dibuat dengan cara pemanfaatan kotoran ternak, sehingga bisa mengurangi pencemaran oleh kotoran ternak, dan sisa-sisa biogas bisa dimanfaatkan sebagai pupuk. Biogas adalah gas yang dihasilkan dari proses penguraian bahan-bahan organik oleh mikroorganisme pada kondisi langka oksigen (anaerob). Komponen biogas antara lain sebagai berikut : ± 60 % CH4 (metana), ± 38 % CO2 (karbon dioksida) dan ± 2 % N2, O2, H2, & H2S.
Ø  Pembuatan Biogas
Biogas dibuat dengan memanfaatkan kotoran ternak, karena itu dapat mengurangi pencemaran oleh kotoran ternak, dan sisa-sisa biogas dapat dimanfaatkan untuk pupuk. Prinsip pembuatan biogas adalah adanya dekomposisi bahan organik secara anaerobik (tertutup dari udara bebas) untuk menghasilkan gas yang sebagian besar adalah berupa gas metan (yang memiliki sifat mudah terbakar) dan karbon dioksida, gas inilah yang disebut biogas.

Bakteri yang membantu pembentukan biogas :
-        Bakteri fermentative
-        Bakteri asetogenik
-        Bakteri metana












BAB III
PENUTUP
3.1  Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan maka dapat disimpulkan bahwa :
1.      Bioteknologi merupakan pemanfaatan organisme hidup baik secara keseluruhan maupun bagian dari organisme tersebut untuk mengahasilkan barang dan jasa yang bermanfaat bagi manusia.
2.      Bioteknologi lingkungan merupakan aplikasi dari bioteknologi dibidang lingkungan.
3.      Aplikasi bioteknologi dibidang lingkungan antara lain adalah bioremidiasi dan fitoremidiasi.
4.      Dalam bidang pengelolaan lingkungan hidup, bioteknologi juga
memegang peranan yang penting. Misalnya, penggunaan bakteri aktif di
instalansi-instalansi pengolahan air limbah. Untuk mengefisienkan
pengolahan limbah, digunakan mikroorganisme yang dapat mengubah
sampah organik menjadi substansi yang lebih sederhana.









DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2006. Rehabilitasi Lahan Bekas Tambang Menuju Pemanfaatan Lahan Yang Berkelanjutan: Leaflet Seminar Nasional.
(Di unduh 20/03/2014)
Anonim. 2010. Pemanfaatan Bakteri Pereduksi Sulfat untuk Bioremediasi Tanah Bekas Tambang Batubara.
(Di unduh 20/03/2014)
Hardyanti, nurandani, dkk. 2007. Fitoremediasi Phospat dengan Pemanfaatan Enceng Gondok (Eichhornia Crassipes), (Studi Kasus pada Limbah Cair Industri Kecil Laundry). Jurnal presipitasi.
Priadie, bambang. 2012. Teknik Bioremediasi Sebagai Alternatif dalam Upaya Pengendalian Pencemaran Air. Jurnal ilmu lingkungan.


0 comments:

Post a Comment

 
;