BAB
I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pada zaman modern seperti saat ini hampir semua
orang sudah mengenal dan memakai produk hasil olahan bioteknologi. Baik hasil
olahan dari bioteknologi konvensional maupun modern. Namun walaupun semua orang
sudah menikmati hasil dari bioteknologi hanya segelintir orang saja yang
mengetahui secara pasti apa sebenarnya bioteknologi.
Sebenarnya sebelum abad ke 15 manusia telah
menggunakan bioteknologi. Namun mereka belum mengetahui apa yang terjadi pada
produk yang mereka olah. Misalnya saja pada pembuatan anggur. Orang-orang pada
saat itu sudah dapat mengolah anggur. Tetapi mereka tidak mengetahui proses apa
yang terjadi sehingga bisa terbentuk anggur. Manusia pada saat itu hanya
mengikuti resep yang diajarkan oleh orang tua mereka.
Dengan ditemukannya mikroskop oleh Antony Van
Leeuwenhoek, maka penelitian tentang bioteknologi pun mulai berkembang. Para
peneliti tertarik untuk mengetahui proses apa yang terjadi sehingga bisa
terbentuk anggur. Dengan adanya mikroskop maka dapat dilihat bahwa dalam proses
pengolahan anggur tesebut digunakan sel khamir. Seiring dengan perkembangan
ilmu pengetahuan maka ditemukanlah mikroskop-mikroskop yang lebih canggih. Hal
ini tentunya sangat mempermudah para peneliti untuk meneliti lebih lanjut tentang
biteknologi, dan menemukan inovasi-inovasi baru dalam bidang bioteknologi. Karena
pada dasarnya bioteknologi bukanlah ilmu yang berdiri sendiri, melainkan
didukung oleh ilmu-ilmu lain seperti genetika, biokimia, mikrobiologi dan masih
banyak ilmu-ilmu lainnya. Sehingga ilmu-illmu ini ikut serta dalam mendukung
kemajuan dari bioteknologi. Misalnya saja dengan ditemukannya struktur dari
DNA, maka dalam pengolahan anggur tidak perlu lagi mengunakan sel khamir untuk
membuat anggur, cukup hanya dengan menggunakan material genetik dari khamir
tersebut maka dapat dihasilkan anggur. Sehingga sel dari khamir ini tidak ikut
termakan oleh manusia.
Secara umum bioteknologi dibagi menjadi dua yakni
bioteknologi konvensional dan bioteknologi modern. Bioteknologi konvensional
merupakan bioteknologi sederhana yang menggunakan mahluk hidup secara langsung
tanpa didasari prinsip ilmiah, melainkan berdasarkan keterampilan yang
diwariskan secara turun temurun. Sedangkan bioteknologi modern adalah
bioteknologi yang menggunakan mahluk hidup secara langsung atau komponennya,
berdasarkan prinsip ilmiah hasil pengkajian berbagai ilmu yang mendalam.
Menurut aplikasinya dalam berbagai bidang, maka
bioteknologi dapat dibagi menjadi bioteknologi merah, bioteknologi putih atau
abu-abu, bioteknologi hijau, bioteknologi biru, dan bioteknologi lingkungan. Bioteknologi
merah merupakan aplikasi bioteknologi dibidang medis. Bioteknologi putih atau
abu-abu merupakan aplikasi bioteknologi di bidang industri seperti pengembangan
dan produksi senyawa baru serta pembuatan sumber energi terbarukan. Bioteknologi
hijau adalah aplikasi bioteknologi di bidang pertanian dan peternakan. Bioteknologi
biru merupakan aplikasi bioteknologi di bidang kelautan yang mengendalikan
proses-proses yang terjadi di lingkungan akuatik. Sedangkan bioteknologi
lingkungan merupakan aplikasi bioteknologi di bidang lingkungan. Namun dalam
makalah ini penulis hanya akan membahas tentang bagaimana aplikasi bioteknologi
dibidang lingkungan.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar
belakang yang ada, maka penulis merumuskan beberapa masalah, yaitu sebagai
berikut:
1. Apa
yang dimaksud dengan bioteknologi?
2. Bagaimana
aplikasi bioteknologi di bidang lingkungan?
3. Apa
manfaat bioteknologi bagi lingkungan?
1.3 Tujuan
Dalam makalah ini penulis menemukan beberapa tujuan sebagai
berikut:
1. Untuk
memenuhi tugas mata kuliah “Pengantar Bioteknologi”
2. Untuk
mengetahui konsep dasar dari bioteknologi
3. Untuk
mengetahui aplikasi bioteknologi dibidang lingkungan
4. Untuk
mengetahui manfaat bioteknologi bagi lingkungan
BAB II
PEMBAHASAN
2.1
Pengertian Bioteknologi
Secara umum bioteknologi merupakan pemanfaatan organisme hidup baik
secara keseluruhan maupun bagian dari organisme tersebut untuk menghasilkan
barang dan jasa yang bermanfaat bagi manusia. Namun definisi bioteknologi
secara klasik atau konvesional adalah teknologi yang memanfaatkan agen hayati
untuk menghasilkan barang dan jasa dalam skala kecil untuk memenuhi kebutuhan
manusia. Sedangkan dilihat dari secara modern, bioteknologi adalah pemanfaatan
agen hayati atau bagian-bagian yang telah direkayasa secara in vitro untuk
menghasilkan barang dan jasa dalam skala industri.
Bioteknologi dikembangkan untuk meningkatkan nilai bahan mentah dengan
memanfaatkan mikroorganisme serta bagian-bagiannya, misalnya bakteri. Selain
itu, bioteknologi juga memanfaatkan sel-sel tumbuhan dan hewan untuk
mendapatkan jenis baru yang lebih unggul. Pemanfaatan mikroorganisme dan
bagian-bagiannya ini dilakukan diberbagai bidang salah satunya adalah bidang
lingkungan. Oleh karena itu muncullah pembagian bioteknologi menjadi
bioteknologi lingkungan. Dan pengaplikasian bioteknologi dibidang lingkungan
inilah yang disebut dengan bioteknologi lingkungan.
2.2
Aplikasi
Bioteknologi Di bidang Lingkungan
Banyak orang beranggapan bahwa bioteknologi memiliki banyak dampak
negatif khususnya terhadap lingkungan. Namun itu hanya anggapan orang yang
belum mengenal seluk beluk bioteknologi itu sendiri. Dewasa ini bioteknologi
telah berkembang khususnya dibidang lingkungan. Bioteknologi bisa dikatakan
telah membantu dalam memperbaiki lingkungan yang saat ini sudah sangat buruk.
Sebagai gambaran umum tentang keadaan lingkungan saat ini dapat dilihat
dinegara kita sendiri yakni Indonesia. Indonesia adalah eksportir batubara
terbesar kedua di dunia (setelah Australia, 2006). Menurut Gautama (2007) untuk
pertambangan mineral, Indonesia merupakan negara penghasil timah peringkat
ke-2, tembaga peringkat ke-3, nikel peringkat ke-4, dan emas peringkat ke-8
dunia.
Dampak negatif dari pertambangan terbuka (open pit mining) ini yakni
dapat merubah total iklim dan tanah akibat seluruh lapisan tanah di atas
deposit bahan tambang disingkirkan. Selain itu, untuk memperoleh atau
melepaskan biji tambang dari batu-batuan atau pasir seperti dalam pertambangan
emas, para penambang pada umumnya menggunakan bahan-bahan kimia berbahaya yang
dapat mencemari tanah, air atau sungai dan lingkungan.
Selain masalah pertambangan saat ini banyak muncul industri-industri
kecil laundry. Akan tetapi pertumbuhan industri laundry ini memiliki efek
samping yang kurang baik, sebab industri-industri kecil tersebut sebagian besar
langsung membuang limbahnya ke selokan atau badan air tanpa pengolahan terlebih
dulu. Hal ini dapat menyebabkan pencemaran lingkungan karena dalam limbah
tersebut mengandung phospat yang tinggi. Menurut Hera (dalam Hardyanti, 2007)
Phospat ini berasal dari Sodium Tripolyphosphate (STPP) yang merupakan salah
satu bahan yang kadarnya besar dalam detergen. Dalam detergen, STPP ini
berfungsi sebagai builder yang merupakan unsur penting kedua setelah surfaktan
karena kemampuannya menonaktifkan mineral kesadahan dalam air sehingga detergen
dapat bekerja secara optimal (SDA, 2003). STPP ini akan terhidrolisa menjadi PO4
dan P2O7 yang selanjutnya akan terhidrolisa juga menjadi PO4. Badan air dengan
PO4 yang berlebih akan mengakibatkan terjadinya eutrofikasi. Masalah-masalah
yang dapat mengancam keberlangsungan kelestarian lingkungan ini dapat
ditanggulangi dengan mengaplikasikan ilmu bioteknologi yakni bioremidiasi dan
fitoremidiasi. Tentunya metode-metode yang terbentuk dari ilmu bioteknologi ini
sangat diharapkan bisa memperbaiki dan menjaga kelestarian lingkungan saat ini.
A.
Bioremidiasi
Menurut Bambang Priadie (2012), bioremediasi merupakan
penggunaan mikroorganisme yang telah dipilih untuk ditumbuhkan pada polutan
tertentu sebagai upaya untuk menurunkan kadar polutan tersebut. Sedangkan
pendapat lain mengatakan bahwa bioremediasi adalah proses pembersihan
pencemaran tanah dengan menggunakan mikroorganisme (jamur, bakteri).
Bioremediasi bertujuan untuk memecah atau mendegradasi zat pencemar
menjadi bahan yang kurang beracun atau tidak beracun. Saat bioremediasi
terjadi, enzim-enzim yang diproduksi oleh mikroorganisme memodifikasi polutan
beracun dengan mengubah struktur kimia polutan tersebut, sebuah peristiwa yang
disebut biotransformasi. Pada banyak kasus, biotransformasi berujung pada
biodegradasi, dimana polutan beracun terdegradasi, strukturnya menjadi tidak
kompleks, dan akhirnya menjadi metabolit yang tidak berbahaya dan tidak
beracun.
Bioremediasi merupakan pengembangan dari bidang bioteknologi lingkungan
dengan memanfaatkan proses biologi dalam mengendalikan pencemaran. Bioremediasi
mempunyai potensi untuk menjadi salah satu teknologi lingkungan yang bersih,
alami, dan paling murah untuk mengantisipasi masalah-masalah lingkungan. Sehingga
dapat disimpulkan, bioremediasi adalah salah satu teknologi untuk mengatasi
masalah lingkungan dengan memanfaatkan bantuan mikroorganisme. Mikroorganisme
yang dimaksud adalah khamir, fungi, dan bakteri yang berfungsi sebagai agen
bioremediator.
Ø Penerapan
Bioremidiasi
Seperti yang telah dijelaskan pada halaman sebelumnya bahwa bioremidiasi
ini menggunakan mikroorganisme. Berkaitan dengan hal tersebut pemerintah
Indonesia telah mempunyai payung hukum yang mengatur standar baku kegiatan bioremediasi
dalam mengatasi permasalahan lingkungan akibat kegiatan pertambangan dan
perminyakan serta bentuk pencemaran lainnya (logam berat dan pestisida) melalui
Kementerian Lingkungan Hidup, Kep Men LH No.128 tahun 2003, tentang tatacara
dan persyaratan teknis dan pengelolaan limbah minyak bumi dan tanah
terkontaminasi oleh minyak bumi secara biologis (bioremediasi) yang juga
mencantumkan bahwa bioremediasi dilakukan dengan menggunakan mikroba lokal.
Tortora 2010 (dalam Bambang Priadie, 2012) mengatakan saat ini, bioremediasi
telah berkembang pada pengolahan air limbah yang mengandung senyawa-senyawa
kimia yang sulit untuk didegradasi dan biasanya dihubungkan dengan kegiatan
industri, antara lain logam-logam berat, petroleum hidrokarbon, dan
senyawa-senyawa organik terhalogenasi seperti pestisida dan herbisida, maupun
nutrisi dalam air seperti nitrogen dan fosfat pada perairan tergenang.
Pengolahan air tercemar secara biologi pada prinsipnya adalah meniru
proses alami self purification di
sungai dalam mendegradasi polutan melalui peranan mikroorganisma. Peranan mikroorganisme
pada proses self purification ini
pada prinsipnya ada dua yaitu: pertumbuhan mikroorganisme menempel dan
tersuspensi.
a) Pertumbuhan
mikroorganisme menempel
Mikroorganisme
ini keberadaannya menempel pada suatu permukaan misalnya pada batuan ataupun
tanaman air. Selanjutnya diaplikasikan pada Instalasi Pengolahan Air Limbah
(IPAL) misalnya dengan sistem trickling
filter. Selama pengolahan aerobik air limbah domestik, genus bakteri yang
sering ditemukan berupa gram-negatif berbentuk batang heterotrofik organisme,
termasuk Zooglea, Pseudomonas, Chromobacter, Achromobacter, Alcaligenes dan
Flavobacterium. Filamentous bakteri seperti genera Beggiatoa, Thiotrix dan
Sphaerotilus juga ditemukan dalam biofilm, sebagaimana organisme seperti
Nitrosomonas dan nitrifikasi Nitrobacter.
b) Pertumbuhan
mikroorganisme yang tersuspensi
Mikroorganisme
ini keberadaannya dalam bentuk suspensi di dalam air yang tercemar. Selanjutnya
diaplikasikan pada IPAL dengan sistem lumpur aktif konvensional menggunakan bak
aerasi maupun sistem SBR (Sequence Batch
Reactor). Berbeda dengan mikroorganisme yang menempel, sistem pertumbuhan
mikroorganisme yang tersuspensi terdiri dari agregat mikroorganisme yang pada
umumnya tumbuh sebagai flocs dalam kontak dengan air limbah pada waktu
pengolahan. Agregat atau flocs, yang terdiri dari berbagai spesies mikroba,
berperan dalam penurunan polutan. Umumnya spesies mikroba ini terdiri dari
bakteri, protozoa dan metazoa. Pada sistem kolam stabilisasi, organisme
phototrophic, yang memanfaatkan berbagai akseptor elektron, dapat dimanfaatkan
untuk mencapai pengolahan yang baik dengan mengabaikan masukan energi.
Pengembangan penerapan kedua proses tersebut dalam teknologi pengolahan air
limbah dapat digabungkan berupa hybrid
reactor.
Untuk bioremediasi air tercemar memerlukan beberapa tahapan. Tahapan
tersebut meliputi: isolasi bakteri, pengujian bakteri dalam mengdegradasi zat
pencemar, identifikasi, dan perbanyakan bakteri. Bagi pengggunaan bakteri
indigenous, seperti yang dipersyaratkan oleh Kep Men LH No.128 (2003), tahap
isolasi bakteri merupakan langkah awal yang harus diperhatikan.
Ø Teknik
Isolasi Bakteri, Pengujian Bakteri, dan Identifikasi Bakteri
Isolasi bakteri yang baik dan benar dapat menentukan bakteri yang cocok
dalam proses remediasi air limbah yang diinginkan. Oleh karena itu prinsip
pemilihan bakteri hasil isolasi dapat memberikan kinerja penurunan kadar
polutan yang optimal. Karena secara alami jumlah bakteri yang diinginkan
terdapat dalam jumlah sedikit, malah lebih banyak bakteri yang tidak
diinginkan, maka diperlukan proses isolasi untuk memperbanyak bakteri yang
dimaksud. Tujuan mengisolasi bakteri adalah untuk mendapatkan bakteri yang diinginkan
dengan cara mengambil sampel mikroba dari lingkungan yang ingin diteliti. Dari
sampel tersebut kemudian dikultur/dibiakkan dengan menggunakan media universal
atau media selektif, tergantung tujuan yang ingin dicapai (Tortora, 2010 dalam
Bambang Priyadie 2012).
Bahan nutrisi dipersiapkan untuk pertumbuhan bakteri di laboratorium yang
disebut kultur media. Beberapa bakteri dapat tumbuh dengan baik pada hampir
semua media kultur; lainnya memerlukan media kultur khusus yang pada akhirnya
akan ada suatu pertumbuhan yang disebut inokulum. Untuk tujuan tersebut
diperlukan media yang diperkaya (enrichment
culture) untuk memperbanyak bakteri yang dimaksud. Pada medium yang
diperkaya, termasuk juga media selektif, biasanya menyediakan nutrisi dan
kondisi lingkungan yang mendukung pertumbuhan mikroba yang diinginkan tetapi
menghambat bakteri lainnya.
Setelah itu, media yang mengandung mikroorganisme diinginkan tersebut
selanjutnya diinkubasi selama beberapa hari, kemudian sejumlah kecil inokulum
dipindahkan ke lain media dengan komposisi media yang sama. Setelah serangkaian
transfer tersebut, mikroorganisme yang masih hidup akan terdiri dari bakteri
yang mampu melakukan metabolisme bahan organik. Setelah populasi bakteri
bertambah dilakukan isolasi pada medium agar yang diinkubasi selama 3 hari.
Dari hasil inkubasi tersebut diperoleh koloni-koloni bakteri untuk selanjutnya
akan diambil koloni yang dominan untuk diamati dan dibuat sub kultur murninya
untuk digunakan dalam penurunan zat pencemar. Identifikasi dapat dilakukan dengan
beberapa cara termasuk : pengamatan morfologi sel, pewarnaan gram, dan uji
biokimia. Selain berdasarkan morfologi, bakteri juga dibedakan menjadi 3 bentuk
meliputi: bentuk bulat (kokus), bentuk batang (basil), dan bentuk spiral.
Ø Perbanyakan
bakteri
Setelah didapatkan isolat yang diinginkan, uji degradasi, dan
identifikasi bakteri, selanjutnya adalah membuat perbanyakan bakteri untuk uji
skala lapangan. Perbanyakan bakteri atau pengembangan inokulum ini merupakan
proses untuk memproduksi inokulum. Medium pengembangan inokulum harus cukup
serupa dengan medium produksi. Hal ini dimaksudkan untuk meminimalkan periode
adaptasi dengan mereduksi fase lag. Perbanyakan bakteri atau pengembangan
inokulum ini merupakan proses untuk memproduksi inokulum dengan jumlah yang
besar sehingga menjaga keberlangsungan. Perbanyakan bakteri indigenous
dilakukan melalui tahapan: pembuatan kultur stok, pemeliharaan kultur,
perbanyakan kultur tahap I, perbanyakan kultur tahap II, dan pembuatan kultur
produksi.
Untuk lebih jelasnya tentang bagaimana pemanfaatan bioremidiasi dalam
mengatasi masalah lingkungan ini, maka penulis akan mengambil contoh bagaimana
pemanfaatan bakteri pseudomonas untuk bioremediasi akibat pencemaran minyak
bumi.
·
Pseudomonas Sp merupakan bakteri
hidrokarbonoklastik yang mampu mendegradasi berbagai jenis hidrokarbon. Keberhasilan
penggunaan bakteri Pseudomonas dalam upaya bioremediasi lingkungan akibat
pencemaran hidrokarbon membutuhkan pemahaman tentang mekanisme interaksi antara
bakteri Pseudomonas sp dengan senyawa hidrokarbon. Kemampuan bakteri
Pseudomonas sp. IA7D dalam mendegradasi hidrokarbon dan dalam menghasilkan
biosurfaktan menunjukkan bahwa isolat bakteri Pseudomonas sp IA7D berpotensi
untuk digunakan dalam upaya bioremediasi lingkungan akibat pencemaran
hidrokarbon.
Bahan utama minyak bumi adalah hidrokarbon alifatik dan aromatik. Selain
itu, minyak bumi juga mengandung senyawa nitrogen antara 0-0,5%, belerang 0-6%,
dan oksigen 0-3,5%. Terdapat sedikitnya empat seri hidrokarbon yang terkandung
di dalam minyak bumi, yaitu seri n-paraffin (n-alkana) yang terdiri atas metana
(CH4) sampai aspal yang memiliki atom karbon (C) lebih dari 25 pada rantainya,
seri iso-paraffin (isoalkana) yang terdapat hanya sedikit dalam minyak bumi,
seri neptena (sikloalkana) yang merupakan komponen kedua terbanyak setelah
n-alkana, dan seri aromatik (benzenoid). Sedangkan bakteri pseudomonas yang
umum digunakan dalam biioremidiasi ini antara lain: Pseudomonas aeruginosa,
Pseudomonas stutzeri, Pseudomonas diminuta.
Salah satu faktor yang sering membatasi kemampuan bakteri Pseudomonas
dalam mendegradasi senyawa hidrokarbon adalah sifat kelarutannya yang rendah,
sehingga sulit mencapai sel bakteri. Oleh karena itu, untungnya, bakteri Pseudomonas
dapat memproduksi biosurfaktan. Kemampuan bakteri Pseudomonas dalam memproduksi
biosurfaktan berkaitan dengan keberadaan enzim regulatori yang berperan dalam
sintesis biosurfaktan. Ada 2 macam biosurfaktan yang dihasilkan bakteri
Pseudomonas :
1. Surfaktan
dengan berat molekul rendah (seperti glikolipid, soforolipid, trehalosalipid,
asam lemak dan fosfolipid) yang terdiri dari molekul hidrofobik dan hidrofilik.
Kelompok ini bersifat aktif permukaan, ditandai dengan adanya penurunan tegangan
permukaan medium cair.
2. Polimer
dengan berat molekul besar, yang dikenal dengan bioemulsifier polisakarida
amfifatik. Dalam medium cair, bioemulsifier ini mempengaruhi pembentukan emulsi
serta kestabilannya dan tidak selalu menunjukkan penurunan tegangan permukaan
medium.
Biosurfaktan merupakan komponen mikroorganisme yang terdiri atas molekul
hidrofobik dan hidrofilik, yang mampu mengikat molekul hidrokarbon tidak larut
air dan mampu menurunkan tegangan permukaan. Selain itu biosurfaktan secara
ekstraseluler menyebabkan emulsifikasi hidrokarbon sehingga mudah untuk
didegradasi oleh bakteri. Biosurfaktan meningkatkan ketersediaan substrat yang
tidak larut melalui beberapa mekanisme. Dengan adanya biosurfaktan, substrat
yang berupa cairan akan teremulsi dibentuk menjadi misel-misel, dan
menyebarkannya ke permukaan sel bakteri. Substrat yang padat dipecah oleh
biosurfaktan, sehingga lebih mudah masuk ke dalam sel.
Pelepasan biosurfaktan ini tergantung dari substrat hidrokarbon yang ada.
Ada substrat (misal seperti pada pelumas) yang menyebabkan biosurfaktan hanya
melekat pada permukaan membran sel, namun tidak diekskresikan ke dalam medium. Namun,
ada beberapa substrat hidrokarbon (misal heksadekan) yang menyebabkan
biosurfaktan juga dilepaskan ke dalam medium. Hal ini terjadi karena heksadekan
menyebabkan sel bakteri lebih bersifat hidrofobik. Oleh karena itu, senyawa
hidrokarbon pada komponen permukaan sel yang hidrofobik itu dapat menyebabkan
sel tersebut kehilangan integritas struktural selnya sehingga melepaskan
biosurfaktan untuk membran sel itu sendiri dan juga melepaskannya ke dalam
medium. Terdapat tiga cara transpor hidrokarbon ke dalam sel bakteri secara
umum yaitu :
1. Interaksi
sel dengan hidrokarbon yang terlarut dalam fase air. Pada kasus ini, umumnya
rata-rata kelarutan hidrokarbon oleh proses fisika sangat rendah sehingga tidak
dapat mendukung.
2. Kontak
langsung (perlekatan) sel dengan permukaan tetesan hidrokarbon yang lebih besar
daripada sel mikroba. Pada kasus yang kedua ini, perlekatan dapat terjadi
karena sel bakteri bersifat hidrofobik. Sel mikroba melekat pada permukaan
tetesan hidrokarbon yang lebih besar daripada sel dan pengambilan substrat
dilakukan dengan difusi atau transpor aktif. Perlekatan ini terjadi karena
adanya biosurfaktan pada membrane sel bakteri Pseudomonas.
3. Interaksi
sel dengan tetesan hidrokarbon yang telah teremulsi atau tersolubilisasi oleh
bakteri. Pada kasus ini sel mikroba berinteraksi dengan partikel hidrokarbon
yang lebih kecil daripada sel. Hidrokarbon dapat teremulsi dan tersolubilisasi
dengan adanya biosurfaktan yang dilepaskan oleh bakteri pseudomonas ke dalam
medium.
B.
Fitoremidiasi
Disamping menggunakan bioremidiasi, masalah lingkungan tersebut dapat
ditanggulangi dengan fitoremidiasi. Apabila dilihat dari susunan katanya fitoremidiasi
berasal dari kata Phyto asal kata Yunani/ greek “phyton” yang berarti
tumbuhan/tanaman (plant), dan Remediation yang berasal dari kata latin yakni
remediare (to remedy) yaitu memperbaiki/ menyembuhkan atau membersihkan
sesuatu. Sehingga Fitoremediasi (Phytoremediation)
merupakan suatu sistem dimana tanaman tertentu yang bekerja sama dengan mikroorganisme
dalam media (tanah, koral dan air) dapat mengubah zat kontaminan
(pencemar/pollutan) menjadi kurang atau tidak berbahaya bahkan menjadi bahan
yang berguna secara ekonomi.
Pemahaman lain mengenai fitoremidiasi adalah upaya penggunaan tanaman dan
bagian-bagiannya untuk dekontaminasi limbah dan masalah-masalah pencemaran
lingkungan baik secara ex-situ menggunakan kolam buatan atau reactor maupun in-situ
(langsung di lapangan) pada tanah atau daerah yang terkontaminasi limbah. Secara
singkatnya dapat dikatakan bahwa fitoremidiasi adalah penggunaan
tanaman-tanaman tertentu (keseluruhan atau bagiannya) untuk mengatasi limbah.
Keuntungan fitoremediasi selain mudah juga merupakan alternatif yang
murah dibandingkan dengan cara remediasi fisiko-kimia maupun bioremediasi yang
menggunakan mikroorganisme (bakteri, kapang dan jamur). Adapun keterbatasan
sistem fitoremediasi adalah terutama yang berhubungan dengan batasan
konsentrasi kontaminan yang dapat ditolerir oleh tanaman, masalah kebocoran
kontaminan yang sangat larut dalam air dan lamanya waktu yang diperlukan pada
fitoremediasi tanah yang tercemar.
Ø Penerapan
Fitoremidiasi
Seperti yang telah disebutkan sebelumnya bahwa fitoremidiasi merupakan
suatu upaya untuk menanggulangi pencemaran dengan menggunakan tumbuhan tertentu
(keseluruhan atau bagian-bagiannya). Tumbuh-tumbuhan yang digunakan umumnya
adalah tumbuhan yang dapat mendegradasi polutan. Tumbuhan yang digunakan antara
lain enceng gondok (Eichhornia crassipes)
dengan fitoremediasi phospat. Berdasarkan penelitian-penelitian yang telah
dilakukan tanaman enceng gondok memiliki kemampuan untuk mengolah limbah, baik
itu berupa logam berat, zat organik maupun anorganik. Selain itu Sheffield
(1997) melaporkan bahwa tanaman ini mampu menurunkan konsentrasi ammonia
sebesar 81% dalam waktu 10 hari. Tumbuh-tumbuhan lain yang digunakan juga
yaitu, Solanum nigrum, Anturium Merah/ Kuning, Alamanda Kuning/ Ungu, Akar
Wangi, Bambu Air, Cana Presiden Merah/Kuning/ Putih, Dahlia, Dracenia Merah/
Hijau, Heleconia Kuning/ Merah, Jaka, Keladi Loreng/Sente/ Hitam, Kenyeri Merah/
Putih, Lotus Kuning/ Merah, Onje Merah, Pacing Merah/ Mutih, Padi-padian,
Papirus, Pisang Mas, Ponaderia, Sempol Merah/Putih, Spider Lili, dll.
Ø Cara
berlangsungnya proses fitoremidiasi
Proses dalam sistem ini berlangsung secara alami dengan 6 tahap proses
secara serial yang dilakukan tumbuhan terhadap zat kontaminan/ pencemar yang
berada disekitarnya.
1) Phytoacumulation
(phytoextraction) yaitu proses tumbuhan menarik zat kontaminan dari media
sehingga berakumulasi disekitar akar tumbuhan. Proses ini disebut juga
Hyperacumulation
2) Rhizofiltration
(rhizo= akar) adalah proses adsorpsi atau pengedapan zat kontaminan oleh akar
untuk menempel pada akar. Percobaan untuk proses ini dilakukan dengan menanan
bunga matahari pada kolam mengandung radio aktif untuk suatu test di Chernobyl,
Ukraina.
3) Phytostabilization
yaitu penempelan zat-zat contaminan tertentu pada akar yang tidak mungkin
terserap kedalam batang tumbuhan. Zat-zat tersebut menempel erat (stabil ) pada
akar sehingga tidak akan terbawa oleh aliran air dalam media.
4) Rhyzodegradetion
disebut juga enhenced rhezosphere biodegradation, atau plentedassisted
bioremidiation degradation, yaitu penguraian zat-zat kontaminan oleh aktivitas
microba yang berada disekitar akar tumbuhan. Misalnya ragi, fungi dan bacteri.
5) Phytodegradation
(phyto transformation) yaitu proses yang dilakukan tumbuhan untuk menguraikan
zat kontaminan yang mempunyai rantai molekul yang kompleks menjadi bahan yang
tidak berbahaya dengan dengan susunan molekul yang lebih sederhan yang dapat
berguna bagi pertumbuhan tumbuhan itu sendiri. Proses ini dapat berlangsung
pada daun , batang, akar atau diluar sekitar akar dengan bantuan enzym yang
dikeluarkan oleh tumbuhan itu sendiri. Beberapa tumbuhan mengeluarkan enzym
berupa bahan kimia yang mempercepat proses proses degradasi.
6) Phytovolatization
yaitu proses menarik dan transpirasi zat contaminan oleh tumbuhan dalam bentuk
yang telah larutan terurai sebagai bahan yang tidak berbahaya lagi untuk
selanjutnya di uapkan ke admosfir. Beberapa tumbuhan dapat menguapkan air 200
sampai dengan 1000 liter perhari untuk setiap batang.
Beberapa
aplikasi dari fitoremidiasi yang telah dilakukan antara lain :
1) Menghilangkan
logam berat yang mencemari tanah dan air tanah, seperti yang dilakukan di New
Zealand, lokasi : Opotiki, Bay of Plenty. Membersihkan tanah yang tercemar
cadmium (Cd oleh penggunaan pesticida) dengan menanam pohon poplar.
2) Membersihkan
tanah dan air tanah yang mengandung bahan peledak (TNT, RDX dan amunisi
militer) di Tennese, USA, dengan menggunakan metode wetland yaitu kolam yang
diberi media koral yang ditanami tumbuhan air dan kemudian dialirkan air yang
tercemar bahan peledak tersebut. Tumbuhan yang digunakan seperti: Sagopond
(Potomogeton pectinatus), Water stargas (Hetrathera), Elodea (Elodea Canadensis)
dan lain-lain.
3) Pengolahan
limbah domestik dengan konsep fitoremediasi dengan metoda Wet land, seperti
yang diterapkan dibeberapa tempat di Bali dengan sebutan wastewater garden
(WWG) atau terkenal dengan Taman Bali seperti yang terlihat di Kantor Camat
Kuta, Sunrise School, dan Kantor Gubernur Bali. Wetland ini berupa kolam dari
pasangan batu kemudian diisi media koral setinggi 80 cm yang ditanami tumbuhan
air (Hydrophyte) selanjutnya dialirkan air limbah (grey water dan effluen dari
sptictank). Air harus dijaga berada pada ketinggian 70 cm atau 10 cm dibawah
permukaan koral agar terhindar dari bau dan lalat/ serangga lainnya. Untuk
menghindari kloging (mampet) pada lapisan koral maka air limbah sebelum masuk
unit wet land ini harus dilewatkan unit pengendap partikel discret. Berdasarkan
hasil test laboratorium terhadap influen dan effluent.
2.3
Manfaat
Bioteknologi Bagi Lingkungan
Bioteknologi dapat dimanfaatkan untuk perbaikan lingkungan. Berikut
ini adalah manfaat bioteknologi bagi lingkungan.
1. Mengolah limbah
Terdapat
banyak mikroorganisme yang bisa mencerna karbohidrat, protein, lemak, minyak,
selulosa, plastik, dan minyak. Berbagai spesies mikroorganisme tersebut bisa
dipergunakan untuk keperluan tertentu. Para ilmuwan meneliti dan “menangkap”
mikroorganisme tersebut untuk dikultur di laboratorium. Sejumlah bakteri yang
bisa mencerna minyak dan selulosa sudah berhasil diperoleh. Selama itu, juga
pernah adanya penelitian terhadap campuran mikroorganisme yang bisa mencerna
sampah dengan cara yang lebih efektif.
Ø Mikroorganisme
Pengolah Limbah
Mikroorganisme dapat dimanfaatkan oleh kalangan
industri untuk mengolah limbah sebelum limbahnya dibuang ke lingkungan.
Misalnya, industri yang limbahnya mengandung lemak dapat memanfaatkan
mikroorganisme pencerna lemak sebelum membuang limbah ke sungai. Proses pengolahan
limbah dengan metode biologi adalah metode yang memanfaatkan mikroorganisme
sebagai katalis untuk menguraikan material yang terkandung di dalam air limbah.
Mikroorganisme yang digunakan umumnya bakteri aerob. Proses pengolahan air
limbah yaitu:
-
Pengumpulan
-
Pemilahan
-
Pengaliran limbah
-
Pengendapan
-
Proses aerob
-
Kucuran air
-
Proses anaerob
Pembuangan sampah mikroorganisme yang didapat didaftarkan untuk memperoleh
hak paten. Mikroorganisme tersebut bisa dimanfaatkan dalam dunia industri untuk
mengolah limbah sebelum akhirnya dibuang ke lingkungan. Contohnya, industri
yang limbahnya terdapat kandungan lemak bisa memanfaatkan mikroorganisme yang
dapat mencerna lemak sebelum akhirnya limbah dibuang ke sungai. Contohnya yaitu
cacing tanah.
Cacing
tanah bisa mengurangi pencemaran oleh sampah organik. Hal ini karena cacing
tanah mencerna sisa-sisa bahan organik yang terdapat di dalam tanah, seperti
ranting, sisa dedaunan, dan sampah organik lainnya. Kotoran cacing tanah
mengandung banyak nitrogen sehinga bisa menyuburkan tanah. Cacing
tanah termasuk hewan tingkat rendah karena tidak mempunyai tulang belakang
(invertebrata). Cacing tanah termasuk kelas Oligochaeta.
Di Indonesia, cacing tanah telah banyak diternakkan. Sentra peternakan cacing terbesar terdapat di Jawa Barat khususnya Bandung-Sumedang dan sekitarnya. Manfaat Cacing Tanah:
Di Indonesia, cacing tanah telah banyak diternakkan. Sentra peternakan cacing terbesar terdapat di Jawa Barat khususnya Bandung-Sumedang dan sekitarnya. Manfaat Cacing Tanah:
-
Mengurangi pencemaran sampak organik
-
Menyuburkan tanah
-
Memperbaiki aerasi dan struktur tanah
-
Meningkatkan ketersediaan air tanah
2. Biogas
Biogas
adalah gas metana yang bisa menghasilkan energi yang tidak menimbulkan polusi.
Biogas dibuat dengan cara pemanfaatan kotoran ternak, sehingga bisa mengurangi
pencemaran oleh kotoran ternak, dan sisa-sisa biogas bisa dimanfaatkan sebagai pupuk.
Biogas
adalah gas yang dihasilkan dari proses penguraian bahan-bahan organik oleh
mikroorganisme pada kondisi langka oksigen (anaerob). Komponen biogas antara
lain sebagai berikut : ± 60 % CH4 (metana), ± 38 % CO2 (karbon
dioksida) dan ± 2 % N2, O2, H2, & H2S.
Ø Pembuatan
Biogas
Biogas dibuat dengan memanfaatkan kotoran ternak,
karena itu dapat mengurangi pencemaran oleh kotoran ternak, dan sisa-sisa
biogas dapat dimanfaatkan untuk pupuk. Prinsip pembuatan biogas adalah adanya
dekomposisi bahan organik secara anaerobik (tertutup dari udara bebas) untuk
menghasilkan gas yang sebagian besar adalah berupa gas metan (yang memiliki
sifat mudah terbakar) dan karbon dioksida, gas inilah yang disebut biogas.
Bakteri
yang membantu pembentukan biogas :
-
Bakteri fermentative
-
Bakteri asetogenik
-
Bakteri metana
BAB III
PENUTUP
3.1
Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan maka dapat disimpulkan bahwa :
1.
Bioteknologi merupakan pemanfaatan organisme hidup baik
secara keseluruhan maupun bagian dari organisme tersebut untuk mengahasilkan
barang dan jasa yang bermanfaat bagi manusia.
2.
Bioteknologi lingkungan merupakan aplikasi dari bioteknologi
dibidang lingkungan.
3.
Aplikasi bioteknologi dibidang lingkungan antara lain
adalah bioremidiasi dan fitoremidiasi.
4.
Dalam bidang pengelolaan lingkungan hidup, bioteknologi
juga
memegang peranan yang penting. Misalnya, penggunaan bakteri aktif di
instalansi-instalansi pengolahan air limbah. Untuk mengefisienkan
pengolahan limbah, digunakan mikroorganisme yang dapat mengubah
sampah organik menjadi substansi yang lebih sederhana.
memegang peranan yang penting. Misalnya, penggunaan bakteri aktif di
instalansi-instalansi pengolahan air limbah. Untuk mengefisienkan
pengolahan limbah, digunakan mikroorganisme yang dapat mengubah
sampah organik menjadi substansi yang lebih sederhana.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2006. Rehabilitasi Lahan Bekas Tambang Menuju
Pemanfaatan Lahan Yang Berkelanjutan: Leaflet Seminar Nasional.
(Di
unduh 20/03/2014)
Anonim. 2010. Pemanfaatan Bakteri Pereduksi Sulfat untuk
Bioremediasi Tanah Bekas Tambang Batubara.
(Di
unduh 20/03/2014)
Hardyanti,
nurandani, dkk. 2007. Fitoremediasi Phospat dengan Pemanfaatan Enceng Gondok (Eichhornia Crassipes), (Studi Kasus pada
Limbah Cair Industri Kecil Laundry). Jurnal presipitasi.
Priadie,
bambang. 2012. Teknik Bioremediasi
Sebagai Alternatif dalam Upaya Pengendalian Pencemaran Air. Jurnal ilmu lingkungan.
0 comments:
Post a Comment